Mohon tunggu...
Irawaty Silalahi
Irawaty Silalahi Mohon Tunggu... Lainnya - Cerita yang semoga menginspirasi mereka yang membaca.

Suka bercerita dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Muka Punya Cerita

4 Desember 2020   20:46 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:16 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi. Gambar anak sendiri.

Dalam suatu kesempatan berkunjung ke panti werdha, beberapa tahun lalu, saya dan teman-teman langsung merasa iba dengan semua orangtua penghuni panti tersebut. Beberapa orangtua terbaring lemah di tempat tidur, yang lain duduk di kursi roda,  mereka yang masih kuat, berjalan terlihat ke sana - ke mari dalam tempo yang lambat.

Sementara kami berbincang dengan salah satu pengurus panti, tiba-tiba melintas seorang laki-laki muda dengan pakaian rapi menghampiri pengurus panti lainnya. Tak lama, mereka berdua terlibat percakapan serius, lalu berkeliling panti. Kemudian kami mengetahui, laki-laki muda tersebut sedang survey panti, mencari tempat untuk menitipkan ibunya.

Sontak kami memandang sinis ketika laki-laki muda tadi melewati kami, pergi meninggalkan panti. Kami semua sepakat, dia anak durhaka. Padahal, kami tidak tahu menahu siapa dia, dan kenapa dia sampai datang survey ke panti untuk menitipkan orangtuanya. Seperti halnya netijen julid, kami berkomentar bahwa dia anak tak tahu terima kasih, bisa-bisanya punya niat hendak menitipkan ibu yang telah melahirkannya di panti. Kenapa tidak dia urus sendiri, ibu yang telah mengasuhnya dulu. Dan segudang pendapat mahabenar lainnya.

Di lain kesempatan, saya berbincang dengan pengurus suatu panti werdha lainnya. Kali ini saya bertanya, apakah para opa-oma di panti tersebut masih dikunjungi sanak keluarganya? Sebagian iya, sebagian lagi tidak. Dari beliau pulalah saya mendapat pengertian, bahwavlatar belakang oma-opa sampai menjadi penghunipun beragam. Tidak melulu ditelantarkan anak/keluarga, seperti kebanyakan dugaan orang selama ini.

Di antaranya adalah:

  • Tidak memiliki anak
  • Tidak mempunyai sanak saudara yang mampu mengurus
  • Hanya memiliki anak tunggal dan bekerja di luar negeri
  • Memiiki anak tunggal yang jadi tulang punggung keluarga
  • Anak-anak yang harus bekerja, dan tidak percaya kepada pengasuhan orang lain tanpa pengawasan keluarga.
  • Kemauan sendiri

Dari  enam latar belakang yang dikemukakan, saya mendapat pemahaman baru, bahwa, tidak serta merta anak atau keluarga yang menitipkan orangtua yang sudah lanjut usia adalah anak durhaka. Selain memiliki tanggung jawab menjaga orangtua, mereka pun bertanggung jawab untuk menyediakan keperluan keluarga inti mereka sendiri, yakni anak. 

Beberapa keluarga memilih untuk menitipkan orangtua di panti dengan alasan kepercayaan. Mereka berpikir, lebih baik orangtua mereka ada di sebuah tempat yang terpercaya (untuk itu mereka melakukan survey sebelum memutuskan), daripada mempercayakan orangtua mereka dalam pengasuhan seroang tenaga bayaran tanpa pengawasan keluarga, karena sehari-hari mereka harus bekerja.

Dalam hal ini, lansia yang saya maksud adalah lansia yang sudah kehilangan kemandiriannya, sehingga sangat tergantung kepada orang lain untuk kegiatan hariannya.

Fakta lain yang cukup membuka pikiran saya adalah, ternyata beberapa orangtua lanjut usia usia ini menjadi penghuni panti atas kemauannya sendiri (tentunya, mereka yang masih mandiri melakukan berbagai kegiatan pribadinya, yang mampu membuat keputusan). Hal ini membuat saya berpikir untuk memahami pikiran para opa-oma yang memutuskan dengan kesadaran diri tinggal di panti werdha. 

Bisa jadi ketika anak-cucu sibuk dengan dunianya yang serba cepat, orangtua yang sudah lanjut usia sangat mungkin merasa kesepian, ingin pergi sekedar bertemu dengan teman seangkatannya pun belum tentu bisa. 

Belum tentu anak bisa mengantar dan menjemputnya, hendak bepergian sendiripun dirasa enggan karena berbagai hal. Maka, bisa dipahami bila oma-opa yang masih mandiri untuk urusan pribadi memilih tinggal di panti werdha, karena di sinilah mereka menemukan komunitasnya, dan dapat melakukan berbagai aktifitas bersama, sesuai dengan ritmenya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun