Mohon tunggu...
Irawaty Silalahi
Irawaty Silalahi Mohon Tunggu... Lainnya - Cerita yang semoga menginspirasi mereka yang membaca.

Suka bercerita dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kamu Hoarder atau Kolektor?

27 November 2020   18:07 Diperbarui: 27 November 2020   18:15 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bisa jadi kamu seorang hoarder seperti saya. Atau paling tidak, kamu sedang menuju menjadi seorang horader tanpa kamu sadari.

Tadinya, saya tidak tahu-menahu perihal hoarding disorder sampai suatu saat membaca sebuah artikel kesehatan mental, yang membahas tentang kesukaan mengumpulkan/menyimpan barang yang sudah tidak ada gunanya lagi. Di sini saya merasa tertuduh. Pasalnya, beberapa point yang dijabarkan di artikel tsb sepertinya ada pada saya.

Pengalaman saya berpindah-pindah tempat tinggal dari satu kota ke kota lainnya, membuat saya menyimpan barang-barang yang jarang dipakai dalam kotak-kotak kontainer plastik yang saya titipkan di rumah orangtua saya. Karena, saya sendiri saat ini tinggal di kost, yang rasanya mustahil memboyong semua barang masuk ke dalam kamar kost yang sangat terbatas kapasitasnya.

Setiap akhir pekan, adalah waktu saya untuk membereskan barang-barang titipan di rumah orangtua. Alangkah takjubnya saya, ketika membongkar dan menyusun ulang benda-benda di dalamnya, terdapat buku cerita saya ketika anak-anak, buku tulis ketika saya belajar menulis (bayangkan itu mungkin sudah saya simpan selama empat puluh tahun, bila diperkirakan saya mulai belajar menulis pada saat umur enam tahun!), baju bayi anak-anak saya yang sekarang sudah dewasa (sekarang mereka berusia dua puluh dan lima belas tahun!), buku catatan harian sejak SD sampai beberapa tahun sebelum ini, foto-foto tempo doeloe, surat-surat dari sahabat pena IYS, gelang tanda pengenal pasien ketika dirawat di sebuah rumah sakit, bahkan satu silinder bekas film kamera zaman dahulu yang berisi gigi-gigi susu anak-anak saya yang tanggal (copot)!

Sekilas, nampaknya tidak ada yang salah dengan kebiasaan menyimpan barang yang sudah tidak terpakai, maupun barang yang mengandung nilai historis. Tapi, bisa dibayangkan  apa jadinya, apabila semua barang kita jadikan memiliki nilai historis supaya dengan demikian kita memiliki alasan menyimpannya? Di antara tumpukan barang dalam kotak plastik kontainer, berisi kardus biskuit pertama yang dimakan anak saya yang pertama, bahkan sikat gigi pertamanya tersimpan dengan apik!

Saya mulai memperhatikan kamar penyimpanan barang-barang saya. Penuh sesak dengan kotak plastik kontainer, yang sebenarnya, setelah saya bongkar, banyak sekali barang yang sudah tidak dibutuhkan, sekalipun kondisinya masih baik. Saya mulai memikirkan barangkali, saya mengalami hoarding disorder. Bisa jadi.

Menurut beberapa artikel kesehatan yang saya baca, beberapa gejala/ciri hoarding disorder adalah:

  • Sulit membuang barang yang tidak dibutuhkan.
  • Merasa resah ketika membuang barang yang sudah tidak diperlukan, bahkan marah ketika ada orang lain yang menyentuh atau membereskan atau bahkan membuang barang yang tidak diperlukan.
  • Curiga orang lain menyentuh barangnya.
  • Terus membeli barang dan tetap menyimpan barang yang sudah tidak diperlukan, sekalipun sudah tidak ada ruang untuk menyimpannya.
  • Sulit memutuskan sesuatu, suka menunda-nunda, sulit mengatur dan mengorganisir beberapa hal, bahkan sering menghindar.

Lalu bagaimana mengatasinya? 

Saya pribadi mengatasinya dengan mulai memilah dan memilih barang mana yang benar-benar penting untuk disimpan, dan mana yang sudah seharusnya "direlakan." Beberapa buku catatan pertumbuhan anak-anak saya, tetap saya simpan, tetapi baju-baju mereka ketika bayi, saya berikan kepada orang lain, dengan memperhatikan kondisi barangnya tentu saja, dan semua yang tidak bisa dimanfaatkan lagi, dibuang.

Sepertinya, saya belum sampai mengalami hoarding disorder yang parah. Konon kabarnya, gejala kelainan ini sudah nampak ketika usia kita masih lebih muda, tapi akan jadi parah kala usia mulai senja, paruh baya.

Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah:

  • Memilah dan memilih barang yang masih layak disimpan dan yang harus dibuang.
  • Belajar mengendalikan diri untuk tidak menimbun barang.
  • Menyadari diri memiliki hoarding disorder dan berani mengambil langkah untuk mengatasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun