Mohon tunggu...
Iqva Rahmawati
Iqva Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang

Memiliki minat untuk mendalami isu-isu sosial, sejarah dan dokumentasi visual melalui fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Alih Fungsi Lahan, Ancaman Nyata bagi Lereng Kelud di Kabupaten Blitar

24 Mei 2025   13:00 Diperbarui: 24 Mei 2025   12:35 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Demo Pemberhentian Aktivitas Tambang di Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari, Kamis (13/3/2025). Fajar Rahmad Ali Wardana/Radar Penataran, 2025

Lereng Gunung Kelud secara geografis terletak di perbatasan yang mencakup tiga wilayah administratif di Jawa Timur yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang. Lereng Gunung Kelud yang membentang di wilayah Kabupaten Blitar memiliki peran yang penting dalam menjaga ekosistem dan keseimbangan alam untuk keberlanjutan pertanian. Masyarakat di Kabupaten Blitar mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini membuat alam di sekitar Gunung Kelud tidak hanya sebagai sistem penyangga hidrologi namun juga sebagai tumpuan hidup para petani yang menggantungkan nasib mereka pada kesuburan tanah vulkanik Gunung Kelud. Namun beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan terkait adanya alih fungsi lahan hutan ke perkebunan dan pertanian menjadi area pertambangan. Fenomena ini tentu mengakibatkan tekanan besar terhadap keberlangsungan budidaya pertanian di sekitar lereng Kelud. Perlawanan masyarakat tidak dipungkiri bakal terjadi, hal ini karena mereka secara nyata melihat dampak sosial-ekonomi dan bencana ekologis. Esai ini akan membahas pola alih fungsi lahan di Blitar, dampak yang ditimbulkan, serta upaya dan solusi yang dapat diambil.

Alih Fungsi Lahan: Pola dan Praktik di Lereng Kelud

Ketika saya ingin menikmati suasana alam, disamping itu merasa resah yaitu banyaknya praktik pertambangan pasir di sekitar lereng Kelud. Pertambangan pasir yang terlihat di dekat jalan memang tidak dalam skala besar namun pasti mungkin terjadi perluasan area pertambangan di tempat yang tidak mudah dijangkau oleh masyarakat. Praktik ini dilakukan secara intensif bahkan saya melihat fenomena ini ketika masih kecil hingga saat ini duduk di bangku kuliah. Para petani mengeluhkan pembongkaran saluran irigasi, pembakaran lahan, dan penurunan debit air sebagai dampak langsung dari perubahan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Hal ini dialami ayah saya yang pekerjaannya sebagai petani. ”Pada saat musim tanam tiba hanya menggantungkan curah hujan untuk kebutuhan tanaman di sawah” ujarnya, pada 15 Mei 2025. Penurunan debit air di area persawahan membuat para petani harus antri air untuk mengirigasi sawah mereka. Hal yang sudah familiar di telinga saya adalah para petani mengeluhkan ”saiki banyu angel” (sekarang air sulit) dalam Bahasa Indonesia.

Dampak Lingkungan  dan Sosial 

Perubahan alih fungsi lahan memiliki dampak yang signifikan terutama pada keseimbangan lingkungan. Perubahan dari hutan alami menjadi perkebunan monokultur atau lahan tambang menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Hutan yang sebelumnya menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna kini tergantikan tanaman perkebunan monokultur seperti sengon dan tebu. Lahan monokultur rentan diserang hama dan penyakit karena tidak ada tanaman alami yang menjadi penghalang. Hal ini memicu penggunaan pestisida yang berlebihan sehingga keberlanjutannya adalah terjadinya pencemaran lingkungan dan terganggunya ekosistem.

Dari sisi sosial, ketimpangan kepemilikan lahan dan terhambatnya akses petani dalam mengolah lahan mereka, muncul aksi-aksi protes. Aksi ini dipicu oleh dampak pertambangan galian C yang dinilai merugikan sektor pertanian. Debit air menyusut drastis, sedimen mencemari irigasi, dan limbah tambang mengancam produktivitas sawah (Rofiq, 2025). Aksi protes lainnya yaitu terjadi di depan kantor DPRD Kabupaten Blitar dengan tujuan menuntut penghentian tambang pasir mekanik di Kaliputih, yang dianggap merusak lahan pertanian dan sumber mata pencaharian petani. Perwakilan dari CV Barokah Sembilan Empat (BSE), pengelola tambang pasir mekanik, sempat muncul di lokasi untuk menenangkan massa. Namun tetap saja tambang itu masih ada hingga saat ini. Para petani membutuhkan bukti nyata bukan hanya janji belaka.

Respons Pemerintah dan Upaya Perbaikan

Pemerintah di Kabupaten Blitar melalui berbagai cara telah mengambil langkah untuk menangani kasus ini. Dengan menyelenggarakan program reboisasi penanaman ratusan pohon di sepanjang aliran lahar, diharapkan bisa menanggulangi masalah ini. Selain itu, DPRD setempat tengah merancang Peraturan Daerah (Perda) tentang Pertanian Organik untuk menjaga kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada praktik pertanian yang merusak lingkungan. Namun apabila tidak ada ketegasan terhadap pelanggaran tata guna lahan, kebijakan-kebijakan ini masih dipertanyakan efektivitasnya.

Rekomendasi dan Solusi 

Untuk mengatasi alih fungsi lahan di lereng Kelud memang membutuhkan pendekatan multisektoral. Pemerintah harus tegas dalam mengawasi izin lahan dan harus benar-benar diperhatikan. Hal ini karena banyaknya lahan yang dialihfungsikan tanpa peraturan yang jelas. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan juga penting, karena pasti mereka tahu seluk-beluk kondisi lingkungannya. Jika hal ini diabaikan, akan timbul banyak protes, salah satunya karena saluran irigasi petani terganggu. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperbaiki saluran irigasi agar petani tetap bisa menanam dan mendapatkan hasil panen yang baik. Pelatihan dan bantuan ekonomi juga dibutuhkan agar petani bisa mengelola lahannya secara ramah lingkungan. Selain itu, bantuan modal dan alat pertanian perlu diberikan untuk membantu petani dalam mengelola usaha mereka, agar mereka tidak mudah menjual lahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun