Mohon tunggu...
M. Iqbal
M. Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Part Time Writer and Blogger

Pengamat dan pelempar opini dalam sudut pandang berbeda. Bisa ditemui di http://www.lupadaratan.com/ segala kritik dan saran bisa disampaikan di m.iqball@outlook.com. Terima kasih atas kunjungannya.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Kecerdasan Buatan dan Gebrakan di Dunia Musik

19 Maret 2020   16:16 Diperbarui: 22 Maret 2020   12:04 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulunya proses pembuatannya sebuah musik elektronik memakan waktu sangat lama khususnya proses editing di studio.  Seiring dengan berjalannya, hadirlah sejumlah aplikasi yang memudahkan para produser.

Proses inilah yang membuat musik EDM jadi begitu popular dan semua orang bisa membuatnya, tak harus memilik Digital Audio Workstation (DAW).

Hanya butuh perangkat penunjang elektronik seperti controller, mixer, recorder, dan tentu saja keyboard. Urusan aplikasi sesuai dengan pilihan, apakah itu FL Studio, Logic Pro, Pro Tools, dan lainnya. Tergantung kebiasaan DJ Produser menggunakan aplikasi yang ia bisa dan familiar baginya.

Perubahan gaya mendengarkan musik pun berubah dengan cepat, mungkin dahulunya piringan cakram hitam atau kaset adalah cara mendengarkan musik.

Seiring dengan perubahan zaman membuat piringan cakram tidak digunakan lagi karena tidak praktis dan lagu yang tersimpan tergolong sedikit. Semua beralih dari Mp3, Mp4 hingga kini ke layanan streaming musik berbasis cloud. 

Lahirlah sejumlah perusahaan kenamaan yang begitu familiar di telinga kita seperti Spotify, Apple Music, Deezer, hingga Joox. Perubahan ini membuat makin banyak data musik yang terdata pada Big Data. Seorang yang memiliki selera musik akan dianalisis kegemaran genrenya dan aplikasi musik akan merekomendasikan musik lainnya yang ia sukai.

Algoritma cerdas inilah yang kemudian terus dikembangkan oleh manusia, dari yang hanya bisa merekomendasikan musik pada manusia. Naik tingkat hingga bisa membuat buat musik yang sesuai dengan selera manusia. Dalam hal ini manusia yang dimaksud adalah musisi, karena AI tidak bisa berdiri sendiri tanpa campur tangan manusia.

AI yang saya bahas kali ini adalah AIVA (Artificial Intelligence Virtual Artist), ia sudah dilatih cukup lama khususnya terhadap beragam jenis musik lawas hingga yang terbaru. Sejak pertama dibentuk di awal tahun 2016 oleh seorang insinyur sekaligus musisi, Pierre Berrau. Sudah begitu banyak komposisi musik yang didengar oleh AIVA, ada lebih 30 ribu jenis musik dari komposer klasik andal lintas zaman.

Bagi yang kenal seperti nama komposer kenamaan seperti Bach, Beethoven, dan Mozart yang terkenal oleh  karya klasik milik mereka. AIVA punya kemampuan khusus dalam mengetahui berbagai pola-pola dalam komposisi musik. Apakah itu berupa nada, ritme, progesi hingga perkusi, lalu kemudian menyusun pola sendiri menurutnya.

AIVA punya kemampuan Deep Learning yang ia dapatkan dalam Big Data pada databasenya, mengolahnya menjadi komposisi musik baru. Prosesnya panjang melalui tahapan trial and error hingga akhirnya AIVA akan tahu begitu banyak musik setelah mempelajari beragam komposisi musik.

Algoritma yang ia miliki pun akan memilah mana nada, ritme, progesi hingga perkusi yang menarik termasuk menghasilkan variasi musik baru. AI bahkan mampu memainkan dengan perasaan, kepadatan nada hingga karakter musik layaknya seorang komposer yang mampu membius pendengar musik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun