Mohon tunggu...
M. Iqbal Fardian
M. Iqbal Fardian Mohon Tunggu... Ilmuwan - Life Time Learner

Penulis adalah seorang pendidik di sebuah sekolah swasta kecil di Glenmore, Banyuwangi. Seorang pembelajar yang tak pernah selesai untuk terus belajar. Saat ini penulis sedang menempuh Pendidikan di Program S3 Ilmu Ekonomi Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Rasionalitas Perintah Zakat serta Kontribusinya bagi Perekonomian

1 Januari 2019   11:54 Diperbarui: 1 Januari 2019   12:27 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
business-standard.com

Sebagai seorang muslim kadangkala kita merasa perlu untuk berusaha men- logika-kan sebuah perintah agama dengan sudut pandang yang kita kuasai. 

Menyadari sepenuhnya bahwa perintah agama agama seringkali  kita yakini kebenarannya berdasarkan sudut pandang doctrinal yang seringkali terjadi pertentangan dengan akal sehat seseorang.  Bahkan sebuah perintah kadang-kadang kita yakini sebagai sesuatu berdasarkan pemahaman sudut pandang katanya (baca : taqlid).

Sebagai seorang muslim yang  tidak belajar agama melalui lembaga-lembaga formal agama Islam ataupun  melalui jalur pesantren, menjadi hal yang lumrah jika kadang-kadang saya harus merasa kesulitan jika cara memahami agama melalui sudut pandang yang sangat tekstual dengan langsung merujuk kepada sumber rujukan yang otoritatifm baik itu Al Quran,Hadits atau kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab.

Ternyata memahami Islam melalui sudut pandang yang lain, misalnya melalui sudut pandang ekonomimakro menghasilkan sebuah hasil yang kemudian menampilkan perintah agama dalam sudut pandang yang 'rasional' melalui sudut pandang ilmu ekonomi. 

Salah satunya Zakat, sebuah perintah yang  menjadi perintah yang bahkan masuk ke dalam perintah yang tertuang dalam rukun Islam.  Dimensi ritual saya yakin kita sudah tidak asing bagi kita, akan tetapi bagaimana jadinya jika Zakat di sentuh dengan sudut pandang ekonomimakro.

Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi, tidak demikian terhadap kewajiban zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial. 

Dalam sejarah perjalanan masyarakat Islam, ajaran zakat sudah mulai dilupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap perintah Allah ini. Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai ibadah mahdla kaum muslimin.

Perintah zakat dalam Islam merupakan kewajiban individu setiap muslim sepanjang masa dimanapun mereka tinggal, betapapun mereka tinggal di negara yang kaya ataupun negara yang miskin.  Dalam Al Qur'an terdapat 32 kata zakat, dan 82 kali diulang dengan menggunakan istilah yang merupakan sinonim dari kata zakat, yaitu kata sedekah dan infaq. 

Pengulangan tersebut mengandung maksud bahwa zakat memiliki peran, fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam islam.   Nash Al Qur'an tentang zakat diturunkan dalam dua periode, yaitu periode Mekkah sebanyak delapan Ayat ( Al Muzammil [73]:20; Al Bayyinah[98]: 5 dan periode Madinah sebanyak 24 ayat (misalnya Al Baqoroh [2]:43 ; Al Maidah[5]: 12.) 

Dari aspek kebahasaan, teks-teks Al Quran yang mengungkapkan perintah zakat, sebagaian besar dalam bentuk amr (Perintah) dengan menggunakan kata atu, (tunaikan), yang berarti berketetapan; segera;sempurna sempurna sampai akhir; kemudahan; mengantar; dan seorang yang agung. Kata tersebut bermakna al I'tha, suatu perintah untuk menunaikan atau membayarkan.

               Al Quran sendiri menampikan kata zakat dalam empat gaya bahasa (Uslub) yaitu :

  • Menggunakan uslub insyai, yaitu berupa perintah, seperti pada QS.Al Baqorah[20:42,83,110; Al Hajj[22]: 78; Al Ahzab[33]:33 ; An Nur[241]:56 ; Al Muzammil [73]:20 dengan menggunakan kata atu dan anfiqu. Dalam ayat lain digunakan pula kata kerja dengan menggunakan khata khusz yaitu perintah untuk mengambil atau memungut zakat(shadaqoh).
  • Menggunakan uslub Targhib (motivatif) yaitu suatu dorongan untuk tetap mendirikan sholat dan membayarkan zakat yang merupakan cirri orang yang keimanannya dan ketaqwaannya dianggap benar, kepada mereka dijanjikan akan memperoleh ganjaran yang berlipat ganda dari Allah. Contoh dalam QS.Al Baqoroh[2]:277.
  • Menggunakan uslub Tarhib (intimidatif/peringatan) yang ditujukan kepada orang-orang yang menumpuk harta kekayaan dan tidak mau mengeluarkan zakat. Orang semacam ini diancam dengan azab yang pedih sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Taubah[9]:34.
  • Menggunakan uslub madh ( pujian/sanjungan), yaitu pujian yang ditujukan kepada orang yang menunaikan zakat. Mereka disanjung sebagai penolong. Qs Al Maidah[5]:55.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun