Mohon tunggu...
Iqbaal Ramadhan
Iqbaal Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - Mohamad Iqbal Ramadhan

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan 2017 Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Kunci Memulihkan Ekonomi: Segera Tangani Pandemi Ini!

2 April 2020   01:40 Diperbarui: 2 April 2020   01:50 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Momen di awal tahun 2020 menjadi pembuka tahun yang cukup berat bagi semua negara di dunia tak terkecuali Indonesia sebab banyak negara didunia memiliki harapan akan adanya kebangkitan ekonomi di tahun ini, setelah Amerika serikat dan China mencapai kesepakatan untuk menghentikan perang dagang. 

Saat ini dunia meradang akibat pandemic yang muncul akhir 2019 dikota Wuhan China, virus corona saat ini semakin tak terkendali, hingga saat ini sekitar 200 negara termasuk Indonesia terjangkit virus yang telah WHO nyatakan sebagai pandemic global dengan 854.608 kasus dilaporkan diseluruh dunia dan angka kematian mencapai 42.043 kasus (Worldometer,2020). Di Indonesia sendiri, Kasus penyebaran virus corona diawali dengan pernyataan Presiden Joko widodo yang menyatakan bahwa ada dua warga Indonesia yang positif virus corona.

Saat ini, pandemi global Covid 19 benar benar membuat perekonomian banyak negara terguncang. Sentiment yang ditimbulkan akibat ketakutan virus corona membuat hampir semua pasar saham dan uang seluruh dunia termasuk Indonesia meradang yang kemudian berimplikasi cepat membuat perekonomian Indonesia mengalami penurunan, Pasar keuangan Indonesia melemah seiring dengan sentimen kekhawatiran para pelaku pasar terhadap wabah virus corona yang semakin sulit di kendalikan. 

Sentiment ini membuat para pemilik asset (Investor) berbondong bondong melepas investasi portofolionya dan memilih untuk memindahkan asetnya dalam investasi yang safe haven baik dalam bentuk cash ataupun emas, tercatat  portofolio yang keluar dari Indonesia tercatat sekitar Rp 40 triliun yoy (BSBI,2020).

Hal trsebut yang kemudian membuat tekanan terhadap rupiah dan berdampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah itu sendiri. tercatat saat ini nilai tukar rupiah terdepresiasi 140 poin atau 0,86 persen ke level Rp16.450 per dolar AS, angka ini masih relative kecil daripada negara negara Asia lainnya namun tetap hal ini membuat perekonomian Indonesia tertekan.

Padahal sebelum wabah ini muncul di Indonesia, pergerakan nilai tukar rupiah bekerja dengan baik dan stabil dan tercatat bergerak di angka Rp13.000 per dolar AS. Kinerja ini menjadikan Rupiah sebagai mata uang dengan penguatan terbesar melawan dolar AS di benua Asia. Namun saat ini pasca masuknya Covid-19 diindonesia, pergerakan nilai tukar rupiah melemah. 

Dampak pelemahan rupiah menjadi pekerjaan rumah besar ditengah situasi sulit ini mengingat dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah mampu memberikan efek berlanjut pada perekonomian dalam negeri  katakanlah seperti dampaknya terhadap pembayaran hutang yang berdenominasi dolar AS, yang menyebabkan baik utang pemerintah maupun swasta membengkak.

Sedangkan di sektor riil seperti industri kesehatan yang saat ini sangat dibutuhkan dalam penanganan pasien Covid- 19 sebagai garda terdepan dan kita ketahui bahwa alat kesehatan maupun obat obatan saat ini 90% masih mengandalkan impor, pelemahan volatilitas nilai tukar rupiah membuat beban yang ditanggung oleh industri kesehatan semakin berat,  dampak lainnya disektor riil seperti pariwisata dan lain lain.  

Ditengah krisis seperti ini salah satu instrument moneter bagi Bank Sentral untuk melaksanakan stabilisasi menjadi sangat terbatas sehingga suku bunga menjadi andalan utama dalam upaya mengendalikan dan menahan depresiasi rupiah, namun bila diamati kembali instrument suku bunga akan efektif digunakan apabila tidak ada factor non ekonomi yang menganggu, dan sebaliknya apabila ada factor yang menganggu dari non ekonomi salah satunya ialah kepanikan sosial maka suku bunga bukanlah instrument yang tepat (Arifin, S. 2003). Pernyataan jurnal tersebut sangat tepat menggambarkan apa yang terjadi di Indonesia saat ini.

Pada tangga 18-19 Mei 2020, Bank Indonesia melaporkan hasil keputusan Rapat hasil keputusan Dewan Gubernur (RDG BI) dengan memutuskan menurunkan BI 7-days reverse repo rate sebesar 25 basic point menjadi 4,5%. Suku bunga deposit Facility sebesar 25 basic point menjadi 3,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 basic point menjadi 5,25%. Keputusan itu patut diapresiasi namun tidak sepenuhnya signifikan terhadap penguatan nilai tukar . 

tentu harapan Bank Indonesia dengan diturunkannya suku bunga acuan akan membuat industri perbankan juga akan menurunkan suku bunganya sebab perubahan tingkat suku bunga akan memberikan pengaruh terhadap aliran dana suatu negara sehingga akan berpengaruh terhadap permintaan serta penawaran nilai tukar mata uang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun