Menarik apa yang diungkap oleh Catherine Keng, dalam Kolom Tanggapan, pada Kompas Cetak, Minggu,09 Agustus 2015, dengan judul Film Nasional Versus Penonton, sebagai balasan atas tulisan mantan importir dan pengedar film impor, A Rahim Latif, di Kompas Cetak, 02 Agustus 2015, dalam kolom Esai Budaya. Tulisan Rahim yang menyalahkan pihak pengelola bioskop Cinema 21 karena dianggap berpihak kepada film impor ditanggapi oleh Corporate Secretary Cinema 21, Catherine Keng, bahwa penilaian itu salah alamat karena yang seharusnya dikedepankan bukanlah bioskopnya tetapi mengapa minat penonton berkurang untuk menonton film Indonesia saat ini dibandingkan pada tahun 2008 di mana film nasional menguasai 55 persen pangsa pasar secara nasional.Â
Rahim dalam tulisannya mengungkapkan kegalauan Slamet Rahardjo dan Garin Nugroho yang melihat keberpihakan tata edar film/pihak bioskop dan lebih mementingkan film impor ketimbang film nasional, padahal menurut Catherine, pihak Cinema 21 juga menyeleksi film-film impor dengan judul-judul tertentu dengan mempertimbangkan keseimbangan dan kesempatan film nasional.Â
Selama ini kampanye untuk memajukan film nasional sudah sering digalakkan namun ketika minat film nasional menurun yang dipersalahkan gedung bioskopnya. Sama halnya dengan program televisi yang berating jelek pihak stasiun televisi akan mengevaluasinya dan memberikan masukan agar ada perbaikan pada episode berikutnya. Masalahnya, kalau film hanya dibuat satu episode dan tidak berseri, jadi produk ini haruslah sangat bagus, paling tidak spesial dan tak ada duanya ketika diedarkan.Â
Program televisi mengandalkan iklan sebagai bahan bakar hidupnya stasiun televisi dan itu hanya bisa terjadi bila target penonton yang diarah oleh program tersebut tepat sasaran apalagi kalau peminatnya banyak dan itu ditunjukkan lewat rating dan share dengan mengualifikasikan kelompok penonton yang berdasarkan usia, gender, tingkat sosial ekonomi dan lokasi mereka tinggal. Sedangkan bioskop mengandalkan tiket yang dibeli penonton, dan makin banyak yang nonton makin senang pemilik bioskopnya, dan ujung-ujungnya produser film juga ikut senang karena untung alias balik modal... win win solution.
Benar peran penonton yang krusial sebagai darah keberlangsungan bisnis pemutaran film karena mereka juga stake holder, artinya para produser film harus pandai mengendus trend film  dan cerita apa yang digemari, aktor/aktris yang sedang disukai, sutradara kreatif macam apa yang mampu menerjemahkan film yang mampu mengikat penonton sehingga mereka betah duduk dan mau datang ke bioskop untuk menonton hidangan luar biasa yang tidak mungkin mereka dapatkan "sensasinya" kalau menonton di rumah.
Dan inilah tantangan film Indonesia yang sebenarnya karena secara kompetisi harus head to head dengan film luar yang secara tehnik dan presentasi diatas film-film Indonesia. Sebagaimana film-film Hollywood yang selalu mengedepankan kepentingan penonton, harusnya film Indonesia juga mempertimbangkan penonton bukan asyik sendiri buat film untuk kepentingan pihak tertentu apalagi buat kepentingan pembuatnya. Ingat menonton film di gedung bioskop adalah pengeluaran ekstra di luar pengeluaran kebutuhan primer sehari-hari. Artinya ketika akhirnya mereka menonton film, hargailah waktu dan uang penonton, manjakan mereka dengan tayangan yang fantastik dan bukan mereka kembali melihat adegan-adegan klise lewat televisi yang membosankan dan mereka saksikan tanpa harus membayar. Â
Dunia berputar, manusia berubah, kebutuhan berkembang, teknologi makin pesat, dan orang menghibur diri tidak hanya menonton film. Akibatnya, dunia film harus terus mencari tren dan kreativitas agar tetap penonton mau pergi ke bioskop. Sama kalau kita doyan kuliner tertentu, ke mana pun warungnya pindah akan dicari karena hanya di warung/gerai tersebut, citarasa kuliner itu tidak ada duanya. Penonton film nasional akan bertambah banyak bila mereka dianggap dan diajak bermitra dengan cara menghadirkan film nasional yang bermutu, layak tonton dan spesial. Barulah setelah itu film nasional mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI