Praktik rentenir di Gorontalo sangat jarang disorot media disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; dari sisi pemahaman masyarakat mengenai hukum yang mengatur tentang kegiatan rentenir, dimana praktik ini sangat salah dimata hukum. Dan telah diatur oleh dalam Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ("UU 10/1998").
walaupun yang terjadi sebenarnya bukan suatu tindak pidana, melainkan suatu Penyalahgunaan Keadaan ("Undue Influence" atau "misbruik van omstandigheden") yang dikenal dalam hukum perdata. Penyalahgunaan keadaan dapat terjadi, bila seseorang menggerakaan hati orang lain melakukan suatu perbuatan hukum dengan menyalahgunakan keadaan yang sedang dihadap orang tersebut (Prof. DR. Gr. Van der Burght, Buku Tentang Perikatan, 1999: 68). Pihak kreditur dalam suatu perjanjian-peminjam uang dengan bunga yang tinggi telah memanfaatkan keadaan debitur yang berada posisi lemah di mana ia sangat membutuhkan uang untuk suatu keperluan yang sangat mendesak, sehingga terpaksa menyetujui bunga yang ditetapkan oleh kreditur.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan hal ini yang jelas jelas sangat merugikan mereka secara financial bahkan penyitaan asset seperti yang dialami salah seorang warga Pentadio Timur yang harus kehilangan asset berupa motor dikarenakan terlambat membayar cicilannya yang tinggal empat kali bayar lagi sudah lunas. hal ini merupakan bukti nyata kegiatan rentenir di Gorontalo cukup berdampak Negatif
Selain masyarakat ada juga  pihak wartawan dan redaktur lokal yang kurang meng ekspose kasus-kasus penindasan rentenir terhadap rakyat kecil yang ada di Gorontalo. Hal ini dapat dilihat dari minimnya berita terkait kasus ini di internet maupun di surat kabar lokal.
Walaupun bunganya tinggi, proses pencairan yang lebih cepat dan tanpa syarat membuat masyarakat terutama masyarakat kecil dan Para pedagang maupun  petani di Gorontalo lebih mengandalkan rentenir untuk menambah modal mereka dibandingkan meminjam uang  kepada lembaga perbankan ataupun perusahaan pembiayaan  lainnya
Tidak hanya para masayarakat kecil, pedagang dan juga petani tapi masyarakat biasa bahkan yang keungannya tergolong stabil juga lebih memilih meminjam uang kepada rentenir untuk memenuhi kebutuhan dan juga untuk memuaskan keinginan mereka yang dapat jadi boomerang bagi diri mereka sendiri.
Bunga yang berkali-kali lipat yang diberikan oleh pihak rentenir terhadap debitur dapat sangat merugikan debitur/peminjam. Dan bahkan membuat si peminjam ini tidak bisa untuk mengembalikan  uang  yang dipinjam tersebut kepada rentenir. Yang berujung kepada penyitaan aset- aset yang dimiliki oleh debitur
Tak sedikit dari rentenir ini menyewa debt collector yang berperan sebagai pihak ketiga yang menghubungkan antara kreditur dan debitur yang menagih hutang debitur dan jika tidak bisa dibayar akan ada asset yang disita seperti yang terjadi di Mootilango, seseorang debitur yang sedang mengendarai motor di berhentikan 5 orang debt collector, dan para debt collector ini mengambil secara paksa motor tersebut. Dari sisi hukum sendiri sepemahaman penulis penyitaan asset debitur/peminjam itu merukapan tindakan yang illegal.
Tidak hanya itu di Desa Ilotidea, kecamatan Tilango, kabupaten Gorontalo terjadi juga hal serupa yaitu debt Collector memaksa akan mengambil motor leasing karena dinilai telat membayar angsuran. Jelas ini akan sangat merugikan pihak debitur. Ia  juga beralasan menolak bayaran angsuran, karena ada instruksi dari Presiden Jokowi yang melarang menagih utang kepada warga yang terdampak wabah Corona. Apalagi debt collector sampai menarik kenderaan dari perusahaan.Â
Beberapa kasus diatas hanya beberapa dari sekian kasus yang ada di Gorontalo, dan yang lain bahkan tidak terekspos di media. Dengan adanya fakta-fakta ini lantas tidak membuat masyarakat kapok untuk terlibat dengan rentenir. Di Gorontalo tidak sedikit juga rentenir yang tidak mengantongi ijin (illegal) dan jika tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan lebih banyak kasus-kasus baru yang dapat sangat merugikan masyarakat, terutatama masyarakat kecil.
Tidak hanya di Gorontalo, di daerah-daerah lain di Indonesia banyak juga terjadi kasus ini tidak hanya motor yang disita oleh debt collector tetapi juga asset berharga lainnya seperti mobil hingga rumah. Bahkan, di Pasuruan, Jawa Timur. Seorang ibu terpaksa menyerahkan bayi kandungnya kepada pelaku bank plecit alias rentenir sebagai jaminan atas utang yang belum terbayarkan sejumlah Rp 1 juta.