Andaikanlah dalam kitab suci yang saya gunakan terdapat sebuah perintah Tuhan yang bunyinya begini,
“Wahai umat-Ku, jangan kamu makan buah apel yang ada di tengah Taman Eden ini, sebab di saat kamu memakannya, kamu akan mati lantaran buah itu memberimu pengetahuan yang akan membuat kamu cerdas. Lalu, karena kecerdasanmu itu, kamu akan berpaling dan menjauh dari Aku! Ingatlah perintah-Ku ini dan taatilah selamanya! Jika tidak kamu taati, kamu dan istrimu dan anak-anakmu akan mati!”
Apakah saya akan menjawab, “Amin, ya Tuhanku! Aku taati perintahmu itu selamanya supaya aku dan keturunanku tidak Engkau binasakan!”?
Tentu saja tidak! Karena saya telah bersekolah lama, menjalani pendidikan yang panjang dan dilatih berpikir kritis, maka reaksi pertama saya terhadap teks itu adalah mengajukan sedikitnya tiga pertanyaan kritis berikut ini.
1. Karena teks itu bunyinya begitu, untuk keperluan dan kepentingan apa di zaman dulu di dunia yang lain teks itu ditulis?
Ingat, apapun yang diklaim sebagai asal-usul atau sumber teks itu, si penulisnya tentu punya tangan untuk menulis dan punya akal untuk menyusun kata-kata, dan punya masyarakat yang memakai bahasa yang digunakannya dan membangun suatu sistem sosial supaya masyarakat berjalan sesuai kemauan para penguasa masyarakat. Sistem sosial, bukan langit, itulah yang melahirkan makna bagi setiap teks apapun.
2. Mengingat bunyi perintah teksnya begitu, apakah si penulisnya lewat teks itu sedang memperjuangkan kepentingannya (atas nama siapapun) untuk memaksa rakyat atau masyarakat tetap tidak berpendidikan, alhasil tidak cerdas dan tidak berpengetahuan, sehingga mau saja diatur dan dikendalikan pihak-pihak yang sedang berkuasa yang menugaskan si penulis teks untuk menjinakkan dan menjaga masyarakat tetap naif, dan ketinggalan zaman, lewat berbagai wahana dan sarana?
3. Atau, apakah teks itu ditulis oleh suatu komunitas klerikal (melalui tangan seorang atau lebih wakil komunitas ini) yang bermental anti-ilmupengetahuan yang sedang bertarung secara politis ideologis dengan komunitas lain yang justru sedang berjuang keras untuk mencerdaskan masyarakat supaya bangsa dan negara mereka maju tanpa batas di bidang sains dan teknologi?
Nah dengan tiga pertanyaan yang muncul terlatih dalam akal saya itu, saya membuka PC Apple saya dan hidupkan Wifi untuk konek dengan Internet supaya bisa menjelajah website-website kajian kritis berwibawa atas teks yang saya kutip diatas. Lalu saya mulai belajar dengan mendalam dan meluas. Belajar yang berhasil adalah belajar dengan membuka pikiran.
Lewat ilmu pengetahuan, pendekatan lintasilmu, dan studi kritis kitab suci, saya pasti bisa menemukan tujuan, makna, maksud dan pesan teks itu ketika teks itu muncul, ditulis, oleh manusia di zaman yang sangat lampau di suatu bagian dunia lain yang serba asing jika dibandingkan zaman dan dunia kita kini. Sesudah itu, barulah saya mempertimbangkan dengan seksama apakah teks tersebut masih kena atau masih relevan di zaman sekarang di dunia modern, dunia yang dihidupi oleh sains-tek modern dan terbuka pada kemajemukan, atau sudah tidak relevan lagi.