Sore hari itu, matahari perlahan tenggelam ke arah barat, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan yang indah. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa serta aroma khas masakan berbuka yang menyeruak dari dapur, menggugah selera siapa saja yang menciumnya. Dari dalam rumah sederhana itu, terdengar suara gemericik minyak di penggorengan, berpadu dengan dentingan piring dan gelas yang saling beradu saat ditata di atas meja makan.
Di sudut ruang makan, Bapak Ridwan duduk dengan tenang, matanya tertuju pada mushaf Al-Qur’an yang ada di tangannya. Dengan suara lirih dan penuh ketulusan, ia melantunkan ayat demi ayat, mengisi rumah mereka dengan ketenangan dan keberkahan. Sesekali ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, menikmati suasana Ramadhan yang penuh kedamaian.
Sementara itu, di dapur, Ibu Aisyah tampak sibuk menggoreng tempe dengan cekatan. Aroma gurihnya bercampur dengan wangi manis sirup yang dituangkannya ke dalam es buah yang telah dipersiapkan sejak siang tadi. Sesekali ia tersenyum melihat dua anaknya, Aida dan Lutfan, yang dengan penuh semangat membantu mengatur meja makan.
“Bu, aku bantu menyusun piring dan gelas ya?” ujar Lutfan dengan penuh antusias.
Ibu Aisyah tersenyum, “Boleh, Nak. Tapi pastikan kamu menata dengan rapi, ya.”
Ramadhan selalu menjadi momen istimewa bagi keluarga Ridwan. Tidak hanya sebagai waktu untuk meningkatkan ibadah, tetapi juga mempererat komunikasi antar anggota keluarga. Dalam kesibukan sehari-hari, mereka sering kali makan secara terpisah karena jadwal yang berbeda. Namun, pada bulan yang penuh berkah ini, mereka senantiasa berupaya untuk berkumpul saat sahur dan berbuka bersama. Menjelang waktu berbuka, suasana semakin syahdu. Semua hidangan telah siap di meja, dan keluarga Ridwan duduk bersama, menanti suara adzan berkumandang. Ramadhan bagi mereka bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang mempererat komunikasi dan membangun kebersamaan yang hangat.
Saat adzan berkumandang, mereka berbuka dengan penuh kebersamaan. Setelah menikmati kurma dan segelas air, Bapak Ridwan membuka obrolan.
“Aida, bagaimana puasamu hari ini? Ada tantangan?” tanyanya sambil tersenyum.
Aida, yang baru pertama kali berpuasa penuh, menghela napas, “Lumayan, Ayah. Tadi siang aku hampir batal karena haus banget. Tapi ingat kata Ayah, puasa itu bukan cuma menahan lapar dan haus, tapi juga menahan emosi dan godaan. Jadi aku kuat-kuatin.”
Bapak Ridwan mengangguk bangga, “Betul sekali. Dan kamu sudah melakukan hal yang luar biasa. Ramadhan mengajarkan kita sabar dan disiplin.”
Percakapan yang hangat itu terus berlanjut, membahas pengalaman dan rintangan yang mereka hadapi selama berpuasa. Ibu Aisyah pun berbagi cerita tentang bagaimana komunikasi yang baik dalam keluarga bisa memperkuat hubungan.