Semakin kecil kaki seorang perempuan, maka semakin tinggi status sosialnya dan semakin besar ekspetasinya untuk mendapatkan suami. Pria dari keluarga berada pun menilai pantasnya seorang perempuan menjadi istrinya dari panjang kakinya.
Zhou Guizhen dalam wawancaranya juga menyatakan mereka yang tidak menjalankan tradisi ini hanya bisa menikah dengan seorang laki-laki dari suku etnis minoritas. Selain itu mereka yang tidak menjalankan tradisi ini juga dianggap berasal dari keluarga miskin. Suku Hakka di China dulu termasuk mereka yang tidak menjalankan tradisi ini karena perempuan harus turun ke ladang untuk membantu keluarganya.
Â
Terdapat pendapat bahwa tradisi mengikat kaki sebenarnya adalah bentuk dari budaya untuk menomorduakan perempuan, dimana perempuan dibatasi gerakannya dan dibuat lebih bergantung dengan laki-laki. Menurut professor antropologi Laurel Bossen dan Hill Gates tradisi ini dijalankan bukan karena keestetikannya namun digunakan sebagai alat kontrol laki-laki atas perempuan.
Setelah ribuan tahun tradisi mengikat kaki ini dijalankan, berbagai kelompok masyarakat yang tidak setuju akan tradisi ini mulai bermunculan seiringan dengan jatuhnya Dinasti Qing (dinasti terakhir yang berkuasa di China) dan reformasi budaya, politik dan pendidikan di China.
The Foot Emancipation Society atau Anti-Footbinding Society didirikan oleh Kang Youwei (seorang politikus terkenal masa itu) dan saudaranya Kang Guangrou pada tahun 1885. Sebagai seorang Ayah, Youwei tidak mau anak perempuannya untuk melanjutkan tradisi yang menyakitkan ini.
Awalnya organisasi sipil yang menolak tradisi mengikat kaki ini ditolak oleh masyarakat, namun pada tahun 1897 justru berkembang pesat. Organisasi serupa seperti the Shanghai Foot Emancipation Society dan the Hunan Foot Emancipation Society juga bertumbuh pesat tahun itu dan mendapatkan dukungan dari 300.000 anggotanya.
Beberapa tahun didirikan, pemerintah saat itu tidak memberlakukan peraturan yang melarang tradisi ini. Namun pada tahun 1905 sebuah tekanan besar hadir dengan didirikannya Natural Feet Society yang didukung oleh sejumlah gubernur di China. Mereka meminta istri, anak perempuan dan saudara perempuannya untuk melepas ikatan kaki mereka.
Tidak hingga 1912, ketika Dinasti Qing jatuh, pemerintah China yang baru melarang tradisi mengikat kaki ini. Regulasi pun dijalankan dengan ketat. Setiap seorang bayi perempuan lahir, orang tuanya harus menandatangi kontrak yang menjanjikan tidak melanjutkan tradisi ini. Setiap seorang bayi laki-laki lahir, orang tuanya juga harus menandatangi kontrak agar anaknya akan dinikahkan dengan bayi perempuan yang tidak memiliki kaki seroja.
Sekarang, dibawah Hukum Pidana Republik Rakyat Tiongkok, tradisi mengikat kaki ini termasuk kedalam kejahatan yang melukai orang lain dan tindakan penganiayaan. Mereka yang diketahui melanjutkan tradisi ini akan mendapatkan hukuman penjara sekitar 2 hingga 9 tahun.Â