Ketahanan pangan nasional perlu dibangun lewat produksi dan konsumsi pangan lokal sebagai suatu strategi jangka pendek, menengah dan panjang.
Budidaya pangan berbasis lokal adalah sebuah stategi pemenuhan pangan yang sejak lama dilakukan oleh umumnya masyarakat pedesaan di Manggarai Raya, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berbagai jenis pangan lokal tersebut antara lain berupa jagung, padi, sorghum, pisang, umbi-umbian hingga kelor.
Di reksa wilayah Manggarai Raya (Barat, Tengah dan Timur), misalnya, tanaman pangan tersebut dapat dijumpai di perkebunan, persawah, di sekeliling pekarangan rumah, pinggiran sungai hingga yang tumbuh liar dihutan.
Pada kondisi tertentu masyarakat Manggarai masih mengonsumsi varietas pangan lokal ini. Situasi ini terjadi pasca petani sawah mengalami gagal panen atau produksinya menurun. Sehingga mereka cendrung mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.
Padahal menurut saya, konsumsi pangan lokal seperti itu tak seharusnya menunggu gagal panen dulu. Dengan begitu pembudidayaan tanamannya baik dilakukan secara berbetulan dan simultan.
Adapun dari sekian tanaman pangan lokal ini ada yang tersedia oleh alam hingga yang ditanami sendiri oleh petani. Terkhsus untuk tanaman pangan lokal seperti umbi porang, misalnya, masih banyak dijumpai di sepanjang hutan Manggarai. Maksud saya, tumbuhnya liar dihutan.
Manfaat mengonsumsi pangan lokal
Ada banyak manfaat bila kita mengonsumsi pangan lokal. Karena pada dasarnya, pangan lokal juga sarat dengan kandungan gizi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, tentu saja.
Ihwal dengan gizi yang cukup dan seimbang, tubuh manusia tidak mudah terkena penyakit kronis, gizi buruk dan/atau bahaya stunting.
Mengonsumsi pangan lokal juga sebagai salah satu strategi dalam menyiasati ancaman ketahanan pangan, bahaya kelaparan dan lain sebagainya. Mengonsumsi pangan lokal juga untuk mencegah tingginya ketergantugan masyarakat pada pasar, misalnya.