Mohon tunggu...
Inonk
Inonk Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Freelancer

Pecinta drama asia. Hal-hal yang ada di dalam drama menarik untuk diulas. Ga cuma drama, banyak hal terkait bahasa dan budaya yang menarik untuk dikaji.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Susahnya Membudayakan "Saya"

30 Januari 2020   16:30 Diperbarui: 30 Januari 2020   17:49 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kata "saya" sudah cukup susah saya temui dalam kehidupan sehari-hari, sekalipun berurusan dengan anak-anak. Padahal, saat saya dulu di sekolah dasar, guru-guru saya tak kenal lelah, letih, dan lesu dalam menegur para siswanya untuk menggunakan 'mode sopan' dan 'mode teman' (istilah dari saya sendiri). Mode sopan ini digunakan saat kita bercakap atau berurusan dengan orang yang lebih tua, orang-orang yang bukan teman. Dalam mode sopan ini, saya diharuskan menggunakan "saya" sebagai kata ganti orang pertama. Teringat saat itu tanpa sengaja menggunakan kata "aku" saat menjawab pertanyaan bu guru, 2 bola mata guru saya pun melotot. Dari tatapannya saya tahu, saya salah menggunakan "aku". Dalam mode teman, saya bisa menggunakan kata "aku" semaunya. Jadi bisa dikatakan, anak-anak yang seangkatan saya dulu punya keahlian mode sopan yang bisa di on atau off sesuai situasi yang berlaku saat percakapan terjadi. 

Saat ini, saya yang berprofesi sebagai seorang pengajar di sebuah kampus di Jakarta, dan di program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, seringkali gregetan melihat tingkah para mahasiswa saya yang sudah sangat jarang menggunakan kata "saya". Mereka sering menggunakan "aku" bahkan ke orang yang lebih (sedikit) tua (saya menolak dibilang tua). Mudah sekali mereka menggunakan "aku" dan beberapa kali pun mendapatkan teguran dari saya tapi selalu terulang. 

Saya ingat saat menempuh pendidikan pascasarjana, seorang teman menggunakan kata "aku" saat berbicara dengan dosen saya. Dengan tegas, dosen saya pun menegurnya dan memintanya memperhatikan perbedaan "aku" dan " saya" (yang sampai sekarang masih terus saya cari perbedaannya yang dibuktikan dengan publikasi ilmiah). Alasan dosen saya saat itu adalah "saya" lebih sopan jika dibandingkan dengan "aku". Ini sama dengan penjelasan guru saya saat di sekolah dasar. 

Anak-anak saat ini yang saya temui di beberapa sekolah dasar negeri juga jarang menggunakan kata "saya" saat berinteraksi dengan guru mereka. Ini lebih membuat saya kaget. Harusnya saya tidak perlu kaget karena mahasiswa yang menjadi calon guru saja sudah lama meninggalkan kata "saya". Sebagian besar tidak mengerti beda antara "saya" dan "aku". Jadi, jangan salahkan siswanya kalau para gurunya pun termasuk para orang tua seperti saya ini tidak membiasakan anak untuk menggunakan mode sopan dan mode teman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun