Waktu air dikumpulkan dalam wadah besar dan ditaruh di tempat tinggi, turun ke bawah cuma mengetel.
Sedih sekali, soalnya yang di bawah jumlahnya banyak, ratusan juta, dan di atas cuma beberapa ratus saja.
Ketelannya, jangankan bikin basah tenggorokan. Gigi juga engga. Apalagi bikin kenyang.
Dari kebiasaan, air itu baru mengalir ke bawah pas jelang pemilihan calon penguasa doang.
Alirannya juga ga deras. Eh eh eeh, belakangan ketahuan kalau itu air kotor. Kan sialan.
Kira-kira begitu pembagian kue di sini. Maka ga salah kalo Haji Oma Irama bilang : "yang kaya makin kaya, yang miskin biar rasah."
Ups maaf, salah. Yang miskin makin miskin maksudnya.
Kalau saya dan anda bertemu, pasti ga bakal nyangka kalau saya sudah sangat kaya. Soalnya, makan apapun rasanya enak selama itu judulnya makanan manusia. Tidur, jangan ditanya. Rebah di kardus juga bisa ngorok sampe ngiler segala.
Doi Beliau
Tapi sayang, meski air cuma mengetel ke bawah, kisruh di akar rumput justru paling rame. Soalnya dulu, waktu partai itu kehilangan muka gara-gara kadernya berakhir karir di bui, ada satu usulan besar nan jitu.
Si anu bilang, harus ada sosok yang didongkrak naik agar partai bisa dipercaya lagi. Berhasil, eh malah kebablasan. Saking jitunya, si pemberi percaya rela ribut sama kawan sejawat, rekan serumah atau teman sebangku.