Mohon tunggu...
informasi update
informasi update Mohon Tunggu... Jurnalis

Berkarya Tanpa Batas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Off the Record: Batas Etik dan Kepercayaan dalam Dunia Jurnalistik

5 September 2025   18:16 Diperbarui: 5 September 2025   18:16 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktik off the record dalam dunia jurnalistik / foto: Facebook Wicaksono 

Jurnalis senior sekaligus pakar komunikasi, Wicaksono, mengulas kembali makna dan praktik off the record yang belakangan menjadi perbincangan hangat di kalangan insan pers. Ia menegaskan bahwa konsep ini bukan sekadar basa-basi, melainkan bentuk kesepakatan moral yang menjadi fondasi hubungan antara wartawan dan narasumber.

Pendapat tersebut ia sampaikan melalui unggahan di akun Facebook pribadinya pada Jumat (5/9) dengan tajuk "Malaikat, Iblis, dan Off the Record". Dalam tulisan itu, Wicaksono menceritakan pengalaman umum di dunia jurnalistik, ketika seorang pejabat atau tokoh publik berbicara panjang lebar lalu menyatakan, "Semua ini off the record, ya."

Menurutnya, ucapan itu bukan sekadar peringatan, tetapi simbol kepercayaan. Ia mengibaratkan narasumber sebagai "malaikat pembawa informasi" dan jurnalis sebagai "penjaga kitab". Off the record hadir sebagai bentuk perlindungan diri narasumber sekaligus cara menjaga agar informasi sensitif tidak memicu kegaduhan sebelum waktunya.

Namun, Wicaksono juga mengingatkan adanya risiko pelanggaran etik. Ia menyoroti praktik penyebaran informasi oleh pihak yang tidak hadir dalam pertemuan resmi. "Begitu kata off the record terucap, informasi itu terkunci, bukan hanya untuk yang mendengar langsung, tetapi juga untuk siapa pun yang mengetahuinya," tegasnya.

Lebih jauh, ia menilai pelanggaran terhadap prinsip ini akan merusak kepercayaan publik kepada media. Jika jurnalis tak lagi memegang teguh komitmen, narasumber bisa enggan berbagi informasi atau hanya memberi pernyataan normatif. "Saat pagar kepercayaan itu runtuh, malaikat tak lagi turun ke bumi," tulisnya dengan gaya metaforis.

Wicaksono juga menolak dalih kepentingan publik sebagai alasan untuk mengabaikan off the record. Ia membandingkan profesi jurnalis dengan dokter dan pengacara yang memiliki kewajiban menjaga kerahasiaan klien atau pasien. "Wartawan tidak berhak mengkhianati narasumber atas nama publik," ujarnya.

Dalam pandangannya, negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris memperlakukan off the record secara serius dan memberlakukan sanksi bagi pelanggaran. Di Indonesia, kata dia, konsep ini sering dianggap fleksibel, sehingga rawan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.

"Off the record bukanlah sekadar aturan tertulis. Ia adalah kontrak moral yang berdiri di atas kepercayaan. Jika kepercayaan itu hilang, bukan karena publik terlalu ingin tahu, tetapi karena ada wartawan yang memilih mengkhianati 'malaikat pembawa cahaya'," pungkas Wicaksono.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun