Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wartawan Ikut Menghukum ‘Calo’ di Bandara Juanda Surabaya

28 Juli 2011   00:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:19 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13118123361139214115

Dua laki-laki yang disebut sebagai calo dipaksa berlari keliling pos di Bandara Juanda, Surabaya. Inilah berita di beberapa media cetak dan elektronik.

Disebutkan langkah hukuman fisik yang dilakukan otoritas bandara yaitu lari keliling bandara, push-up, serta scot jump itu untuk menimbulkan efek jera.

Tapi, tanpa disadari oleh wartawan dan juru kamera yang merekam dua laki-laki yang sedang lari itu tindakan tsb. justru merupakan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).

Soalnya, hukuman badan dan kurungan termasuk denda harus diputuskan oleh hakim melalui sidang pengadilan. Tidak ada bentuk hukuman formal di luar putusan hakim melalui sidang pengadilan.

Cara-cara yang diterapkan oleh berbagai kalangan, termasuk masyarakat, dalam ’menegakkan’ hukum di luar koridor hukum justru merupakan penerapan ’hukum rimba’.

Di Stasiun KA Bekasi, Jawa Barat, misalnya, penumpang yang tertangkap tidak memiliki karcis dihukum jongkok-berdiri dengan tangan di kapala. Apakah hukuman ini diatur dalam UU Perkeretaapian?

Kalau TIDAK, maka otoritas stasiun tsb. sudah melakukan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM.

Kalau otoritas stasiun Bekasi berpijak pada hukum yaitu UU Perkeretaapian, maka jalankan, dong, sanksi yang ada di UU itu bukan memakai ’hukum rimba’.

Terkait dengan dengan ’hukuman lari’ di Bandara Juanda: Apakah ada UU yang menyebutkan ada pengecualian terhadap otoritas Bandara Juanda untuk menerapkan hukuman fisik terhadap orang yang disangka sebagai calo?

Kalau jawabannya TIDAK, maka lagi-lagi otoritas bandara itu sudah melakukan perbuatn yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM.

Lagi-lagi wartawan yang melek hukum ternyata tidak bisa melihat fakta dengan kaca mata hukum. Bahkan, wartawan ”Indosiar” yang meliput berita itu sudah ikut ’menghukum’ dua laki-laki tsb. dengan kapasitas sebagai wartawan.

Kalau saja wartawan yang meliput kejadikan itu menematkan diri sebagai pekerja jurnalistik tentu yang disorot adalah perilaku otoritas bandara yang menerapkan ’hukum rimba’.

Hal yang sama juga pernah terjadi Padang, Sumatera Barat. Wartawan yang melihat anggota Satpol PP menggunduli perempuan yang diduga PSK justru tertawa cekikikan. Maka, wartawan tsb. sudah membiarkan anggota Satpol PP itu melakkan perbuatan yang melawan hukum. Maka, wartwan itu juga menjadi bagian dari Satpol PP yang menerapkan 'hukum rimba'.

Juga pernah terjadi wartawan sebuah stasiun televisi swasta nasional ikut berlari-lari mengejar PSK di Bogor, Jawa Barat, sambil berteriak. Moralitas jurnalistik macam apa yang ada pada diri wartawan tsb.?

Wartawan tidak pada posisi membela calo, PSK, pedagang K-5 dll., tapi wartawan harus berada pada koridor hukum dengan berperan sebagai subjek. Artinya, wartawan menempatkan diri sebagai ’korban’, bukan sebagai aparat yang melakukan razia atau penindakan dengan cara-cara ’hukum rimba’. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun