Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

’Menjaring’ AIDS di Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara

25 November 2010   11:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:18 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Sidimpuan Belum Miliki VCT HIV/AIDS." Ini judul berita di metrosiantar.com (24/11-2010). Dalam berita disebutkan: Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Padangsidimpuan, Prov Sumatera Utara, akan membuat program Pelacakan Kasus Penyakit Menular (PKPM) HIV/AIDS pada tahun 2011."

Secara epidemiologis upaya yang dilakukan terkait dengan penyakit menular, khususnya HIV, adalah survailans tes HIV. Survailans dilakukan untuk mencari angka prevalensi (perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu tertentu pula). Di beberapa negara survailans tes HIV dilakukan secara rutin, sentinel, dan khusus.

Berdasarkan angka prevalensi itulah kemudian dirancang program penanggulangan epidemi. Jika yang akan dilakukan oleh Dinkes Kota Padangsidimpuan adalah melacak penduduk yang mengidap HIV, dikenal sebagai contact tracing, maka hal itu merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).

Perilaku Berisiko

Diberitakan bahwa program tsb. untuk pendataan dan pencegahan penderita HIV/AIDS di Kota Padangsidimpuan. Namun, Dinkes Kota Padangsidimpuan belum memiliki klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT). Mendeteksi kasus HIV dan AIDS di masyarakat tidak harus melalui klinik VCT. Klinik ini dikembangkan karena ada dana dari donor asing. Tanpa Klinik VCT pun dokter bisa mendeteksi kasus HIV/AIDS.

Ada program yang direkomendsikan oleh WHO karena tes sukarela melalui Klinik VCT dinilai tidak efektif lagi. Soalnya, klinik ini hanya menunggu kesadaran penduduk yang berisiko tinggi atau rujukan dari LSM. Langkah baru yang direkomendasikan oleh WHO yaitu tes HIV atas inisiatif petugas kesehatan yang dikenal sebagai Provider Initiated Testing and Counseling (PITC). Klien yang akan menjalani PICT adalah pasien yang datang ke layanan kesehatan karena keluhan kesehatan secara umum dengan gejala (simptomatik). Gejala-gejala itulah yang diamati oleh dokter. Jika terkait dengan HIV/AIDS maka perlu dilakukan diagnosis untuk memastikan penyebab gejala-gejala tersebut. PITC dilakukan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip dasar tes HIV yaitu: konseling, informed consent, dan kerahasiaan. Pasien yang dirujuk untuk tes HIV juga tetap berhak untuk menolak.

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Padangsidimpuan, Drg Doria Hafni Lubis, MKes, mengatakan prioritas utama dalam program tersebut untuk mencegah adanya pengidap penyakit HIV/AIDS di Kota Padangsidimpuan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mendata semua penduduk Kota Padangsidimpuan. Dinkes Kota Padangsidimpuan akan tetap menjaga kerahasiaan masyarakat yang didata.

Ada beberapa hal yang tidak akurat dalam pernyataan ini karena bisa mendorong kerancuan dalam memahami (epidemi) HIV.

Pertama, program VCT bukan untuk mencegah 'pengidap HIV/AIDS', tapi untuk mendeteksi penduduk yang sudah tertular HIV. Persoalan yang terkait dengan VCT adalah banyak orang yang sudah tertular HIV, tapi tidak menyadarinya. Selama ini informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV tidak komprehensif karena dibalut dengan norma, moral dan agama. Akibatnya, informasi tentang HIV/AIDS sebagai fakta medis tidak muncul. Yang muncul justru mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Kedua, tidak semua orang harus menjalani tes HIV karena tidak semua orang melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV. Yang dianjurkan menjalani tes HIV adalah orang-orang yang perilakunya berisiko tertular HIV. Memang, mobilitas penduduk Padangsidimpuan sangat tinggi, tapi tidak otomatis dikaitkan dengan perilaku berisiko tinggi tertular HIV.

Perilaku berisiko tinggi tertular HIV adalah: (1) Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, serta homoseks dengan pasangan yang berganti-ganti; (2) Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran) dan PSK tidak langsung (cewek bar, perempuan pemijat di panti pijat, 'cewek kampus', 'anak sekolah', WIL, dll.), serta pelaku kawin-cerai; (3) Pernah menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV; (4) Pernah atau sering memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian; dan (5) Pernah atau sering menyusui air susu ibu (ASI) dari perempuan yang HIV-positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun