KPA Kab Tengerang gelar workshop sehari bagi pelajar SMA dan SMK agar memahami HIV/AIDS dengan informasi yang benar
Seperti yang dipikirkan banyak orang, Nabil Marsya, pelajar SMAN 3, Kab Tangerang, Banten, semula menganggap bahwa "Orang AIDS itu ya sakit dan dirawat di rumah sakit."
Hal itu disampaikan Nabil di sela-sela Workshop Peningkatan Kapasitas Relawan Peduli HIV/AIDS yang diselenggarakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Tangerang, Banten, di Aula Gedung Dharma Wanita (Pendopo Bupati) Tangerang di Kota Tangerang, Banten, 29 Oktober 2022.
Itu adalah contoh yang sangat umum yang ada di dalam pikiran banyak orang di Indonesia tentang Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Hal itu terjadi antara lain karena mereka tidak memahami HIV/AIDS dan tidak pula pernah bertemu dengan pengidap HIV/AIDS.
Pemahaman salah itu diperburuk dengan informasi di sebagian besar media massa dan media online yang sering dan selalu menampilkan foto-foto Odha dengan kondisi yang memprihantikan. Padahal, kodisi fisik pengidap penyakit lain juga ada yang lebih parah jika dibandingkan dengan Odha.
Lagi pula kondisi fisik yang mengenaskan itu terjadi ketika belum ada obat antiretroviral (ARV) yang bisa menekan replikasi (penggandaan) HIV di dalam tubuh orang yang HIV-positif.
Sejak 20 tahun yang lalu kalangan medis dunia sudah meresepkan obat ARV kepada orang-orang yang terdeteksi HIV-positif agar fisik dan kesehatan mereka tetap terjaga dan tetap bisa aktif dalam kehidupan sehari-hari. Semula UNAIDS (Badan PBB yang menangani HIV/AIDS) menetapkan syarat pemberian obat ARV, tapi belakangan aturan tersebut dihapus dan setiap orang yang terdeteksi HIV-positif langsung meminum obat ARV.
Ketika epidemi HIV/AIDS jadi persoalan besar di sektor kesehatan yang dihadapi pemerintah, celakanya pada saat yang sama banyak orang yang tidak memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis.
Akibatnya, yang tumbuh subur di masyarakat tentang HIV/AIDS hanyalah mitos (anggapan yang salah), seperti mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan moral yang bermuara pada stigma (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (pelakuan berbeda) terhadap warga yang mengidap HIV/AIDS.