Fakta di atas menunjukkan kesadaran 'remaja gay' dan 'waria muda' untuk mencegah penularan HIV sangat rendah. Kondisinya kian runyam karena pemakai jasa waria yaitu laki-laki heteroseksual, dalam kehidupan sehari-hari mereka ini bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang atau duda, juga tidak mau memakai kondom jika kencan dengan waria.
Maka, tidak mengherankan kalau kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada waria. Lihat saja kasus HIV/AIDS pada waria di Jakarta ini. Tahun 2007 kasus HIV/AIDS terdeteksi pada 34 persen waria. Ini artinya satu dari tiga waria terinfeksi HIV. Kasus HIV/AIDS kebanyakan terdeteksi pada waria muda.
Di sisi lain laki-laki heteroseksual itu menjadi jembatan penyebaran HIV dari waria ke istri mereka. Itulah sebabnya kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Laporan terakhir menunjukkan 1.970 ibu rumah tangga di Indonesia terdeteksi mengidap HIV.
'Remaja gay' dan 'waria muda' itu biasanya melakukan hubungan seksual pertama dengan gay dan waria yang lebih tua (gay dan waria dewasa) dari mereka. Inilah salah satu faktor yang mendorong penularan HIV karena gay dan waria yang lebih tua dari mereka sudah lebih dahulu melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
GWL-INA memperkirakan gay dan waria di Indonesia sekitar 700.000-an. Sedangkan gay dan waria yang bisa dijangkau baru sepuluh persen dari jumlah itu melalui jaringan GWL-INA di 24 provinsi. Di provinsi yang belum ada jaringan GWL-INA tidak ada penjangkauan sehingga tidak ada upaya untuk memberikan informasi terkait dengan upaya mereduksi risiko tertular IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus.
Terkait dengan epidemi HIV yang kian menyebar program penanggulangan yang dijalankan pemerintah bersifat parsial dan sporadis. Celakanya, pelayanan IMS dan HIV/AIDS di puskesmas dan rumah sakit sering tidak bersahabat terhadap gay dan waria. Ini mendorong stigmatisasi (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (membedakan perlakuan) terhadap gay dan waria.
Mengabaikan risiko penularan HIV pada 'remaja gay' dan 'waria muda' melalui pelayanan yang bias gender serta diskriminasi kian memperparah penyebaran HIV di Indonesia. Soalnya, pelanggan 'remaja gay' dan 'waria muda' adalah laki-laki heteroseksual yang akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat melalui hubungan seksual tanpa kondom, terutama di dalam nikah dengan istri. *