Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inses di Lampung, Polisi dan Wartawan Berikan Panggung Pelaku Bela Diri

25 Februari 2019   14:39 Diperbarui: 25 Februari 2019   15:22 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: pinterest.ie]

Dari keterangan para pelaku, mereka mengaku kerap mengakses video pornografi melalui gawai. Hal itulah yang mendorong pelaku untuk melakukan tindak kekerasan seksual berulang kali pada korban. Ini ada dalam berita "Korban Inses di Lampung Alami Trauma" (Harian "Kompas", 25/2-2019).

Keterangan di atas diperoleh Kepolisian Sektor Sukoharjo, Pringsewu, dari ayah dan dua saudara kandung, AG, 18 tahun, korban inses yang menyandang keterbelakangan mental. Inses adalah hubungan seksual antara keluarga sedarah: ayah ke anak, anak ke ibu, antar saudara, dll.

Adalah lebih arif kalau saja polisi tidak mengekspos pembelaan pelaku. Biar pun wartawan bertanya polisi mempunyai hak tidak menyebutkan latar belakang kekerasan seksual dalam keluarga tsb. Jika wartawan memaksa itu artinya wartawan ada pada posisi 'the second rape' terhadap korban.

[Baca juga: Wartawan Sebagai Pelaku "The Second Rape" dalam Berita Perkosaan]

Biarlah alasan yang disampaikan ketiga pelaku jadi domain hukum pada persidangan. Hakim akan menjadikan hal itu sebagai pertimbangan. Tapi, dalam kaitan kasus inses ini polisi dan wartawan sudah memberikan panggung kepada ketiga pelaku untuk membela diri.

[Baca juga: Menggugat Pemberian "Panggung" kepada Pelaku Kejahatan Seksual]

Secara harfiah alasan ketiga pelaku tidak bisa diterima akal sehat karena banyak laki-laki yang menonton film porno (blue film dan deretan x lebih dari satu) tapi tidak pakai inses. Itu artinya persoalan ada pada ketiga pelaku bukan pada film porno.

Kalau film porno yang mereka tonton benar mendorong untuk inses, mengapa laki-laki lain yang juga menonton film porno tidak melakukan inses?

Lagi pula korban adalah anak JM (45), serta saudara kandung SA (24) dan YF (16). Secara sosial tindakan berupa kekerasan seksual terhadap anggota keluarga merupakan perbuatan yang tidak masuk akal sehat. Pemberatan dating pula dari aspek agama dan hokum positif.

Dikatakan oleh Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak, Kabupaten Pringsewu, Rizal B. Mustofa: Terkait paparan konten pornografi itu, pihaknya mendesak agar pemerintah memblokir seluruh situs pornografi. Pasalnya, konten pornografi yang mudah diakses menjadi racun sehingga orang terdorong melakukan kekerasan seksual pada orang di sekitarnya.

Rizal rupanya terpaku pada pembelaan ketiga pelaku tanpa membandingkan dengan fakta bahwa banyak orang yang mengakses dan menonton konten pornografi tapi tidak melakukan kekerasan seksual, seperti inses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun