Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Kota Mojokerto, Jawa Timur: Angka AIDS Ditekan dengan Merazia Hotel

11 Juni 2011   11:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:37 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus HIV/AIDS yang terus-menerus terdeteksi di banyak daerah ditanggapi dengan cara-cara yang tidak langsung terkait dengan penanggulangan epidemi HIV. Lihat saja yang terjadi di Kota Mojokerto ini: ”Untuk menekan angka penderita HIV/AIDS, petugas gabungan dari Satpol PP Kota Mojokerto, Dinas Kesehatan, Denpom V/Brawijaya, Garnisun dan Polresta Mojokerto kembali melakukan razia di hotel-hotel yang ada di kota itu.” (Razia Hotel, Petugas Temukan Satu Perempuan Penderita HIV/AIDS, detikSurabaya, 10/6-2011).

Ini bukan main. Untuk merazia praktek pelacuran pun melebihi kekuatan untuk menanggulangi terorisme.

Tidak ada kaitan langsung antara razia di hotel dengan menekan angka penderita HIV/AIDS. Jumlah angka penderita HIV/AIDS akan terus naik atau bertambah karena sistem pelaporan di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya. Maka, biar pun penderita HIV/AIDS meninggal maka angka tetap akan bertambah atau naik.

Disebutkan bahwa satu perempuan yang terdeteksi HIV ‘berasal dari luar Mojokerto’. Ini sangat jamak dilakukan sebagai bentuk penyangkalan yang mengabaikan perilaku laki-laki lokal.

Ada dua kemungkinan terkait dengan data tsb.

Pertama, ada kemungkinan perempuan itu tertular HIV dari laki-laki penduduk lokal Kota Mojokerto. Laki-laki yang menularkan HIV ke perempuan tadi dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, duda, lajang, atau remaja. Kalau ini yang terjadi maka ada pula laki-laki lokal yang tertular HIV dari perempuan tadi. Maka, laki-laki yang menularkan HIV kepada perempuan tadi dan laki-laki yang tertular HIV dari perempuan tsb. akan menjadi mata rantai rantai penyebaran HIV di masyarakat di Kota Mojokerto.

Kedua, ada kemungkinan perempuan tadi sudah mengidap HIV ketika ’praktek’ di Kota Mojokerto. Kalau ini yang terjadi maka ada laki-laki lokal penduduk Kota Mojokerto yang berisiko tertular HIV yaitu laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan tadi. Nah, laki-laki penduduk lokal yang tertular HIV dari perempuan tsb. akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat Kota Mojokerto.

Dua kemungkinan itulah yang dilupakan oleh banyak daerah, termasuk Dinkes Kota Mojokerto. Yang menjadi ’sasaran tembak’ hanya pekerja seks komersial (PSK), dalam kasus ini disebut ’perempuan’. Dalam berita sama sekali tidak ada penjelasan tentang langkah yang akan dilakukan Dinkes Kota Mojokerto terkait dengan penemuan kasus tsb. Ini pun menunjukkan Perda AIDS Prov Jawa Timur tidak menyentuh akar persoalan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/21/menyibak-kiprah-perda-aids-jatim/).

Disebutkan: ”Setelah didata, dari 48 tersebut terdiri dari 26 pasangan suami istri, 22 tidak menikah. Setelah didata, para pasangan tersebut langsung menjalani tes HIV/AIDS yang lakukan oleh Klinik VCT Dinkes Kota Mojokerto.”

Pertanyaannya: Apakah wartawan yang meliput kegiatan itu memahami tes HIV yang baku yaitu sesuai dengan standar prosedur?

Berita tsb. menunjukkan wartawan wartawan yang menulis berita ini tidak memahami standar prosedur tes HIV yang baku karena tidak ada penjelasan: Apakah pasangan-pasangan tsb. menerima konseling sebelum dan sesudah tes HIV?

Pada razia tsb. Ada seorang perempuan lanjut usia berumur 72 tahun, tapi tidak ikut tes HIV karena umurnya yang sudah tua. Menurut staf klinik VCT Dinkes Kota Mojokerto, Puji Astutik: "Kalau manula kan kemungkinan terkena HIV/AIDS sedikit, karena tidak mungkin bisa menularkan dengan berhubungan intim lagi." Ini pendapat pribadi yang bersifat opini karena tidak ada batasan umur terkait dengan risiko tertular dan menularkan HIV.

Sebelumnya Satpol PP Kota Mojokerto merazia ‘gepeng’ (gelandangan dan pengemis) yang disebut mendorong penyebaran HIV di Kota Mojokerto (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/06/08/aids-di-kota-mojokerto-jawa-timur-ditularkan-oleh-%E2%80%98gepeng%E2%80%99/).

Langkah-langkah yang dilakukan Dinkes dan Satpol PP tsb. merupakan kepanikan karena tidak menyentuh akar persoalan terkait dengan epidemi HIV. ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun