Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sudah Terinfeksi HIV Disakiti Pula*

31 Mei 2011   12:49 Diperbarui: 24 Juli 2018   04:10 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: afew.org)

“Ah, ini bukan bayi, tapi penyakit!” Itulah kata-kata yang diucapkan oleh dokter di sebuah Puskesmas sambil meraba-raba perut Cici (bukan nama sebenarnya), ketika itu berumur 23 tahun, seorang wanita HIV-positif di sebuah desa di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

“Rasanya ingin mati saja,” kata Cici kepada Mutiara Rabu (28/5) di rumahnya sambil membayangkan peristiwa yang dialaminya ketika ia hamil depalan bulan, Juni 1996.1 Cici sendiri datang ke Puskesmas di kampungnya itu karena janin yang dikandungnya bergerak-gerak.

Rupanya sampai sekarang sejak ia pulang dari Riau (Oktober 1993) Cici tetap dirundung malang. Dalam suatu tes tanpa asas konfidensialitas (nama yang yang mengikuti tes tidak dirahasiakan dan tanpa prosedur konseling pra dan pasca tes) di kalangan wanita berisiko tinggi di wilayah Kepulauan Riau, Cici dan dua wanita lain yang juga asal Kabupaten Karawang dinyatakan positif mengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus), virus penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome, suatu sindrom penurunan kekebalan tubuh sehingga mudah diserang berbagai macam penyakit).

Diramaikan Media Massa

Berita hasil tes HIV Cici dan pemulangannya dari Riau ke kampung halamannya pun meramaikan halaman surat-surat kabar nasional dan televisi swasta nasional yang bersumber dari seroang dokter kepala sebuah Puskesmas di Kabupaten Karawang berdasarkan radiogram yang dikirimkan Dinas Kesehatan Riau.

Berita-berita itu dinilai Cici tidak objektif, karena menurut Cici, ia tidak pernah diwawancarai wartawan. Di samping itu ketika media cetak yang memuat berita tersebut beredar dan tatkala televisi menyiarkan beritanya, ia masih di Riau. Makanya, ketika Mutiara mewawancarainya (April 1994) ia pun mengeluh atas pemberitaan tentang dirinya (Mutiara, 709/Mei 1994). Berita itu membuat penduduk di sekitar rumahnya mencibir dan melihatnya sebagai sumber malapetaka.

Judul berita-berita itu sendiri amat menohok karena menyebutnya sebagai penderita AIDS. Padahal, saat itu Cici baru pada tahap seropositif, artinya baru terinfeksi HIV, belum sampai pada tahap AIDS sehingga tidak ada tanda-tanda khusus pada dirinya.

Tapi, karena pengetahuan masyarakat dan aparat pemda setempat yang amat dangkal tentang HIV/AIDS dan pemberitaan yang tidak objektif itu, penduduk pun tetap melihatnya sebagai sumber bencana sehingga penduduk memilih untuk tidak bersahabat dengannya. Soalnya, karena informasi tentang HIV/AIDS yang tidak objektif membuat banyak orang ketakutan.

Padahal, virus AIDS hanya bisa tertular melalui hubungan seksual (homoseksual dan heteroseksual) yang tidak aman, melalui transfusi darah yang sudah tercemar HIV, dan melalui pemakaian alat-alat suntik bersama yang sudah terkontaminasi HIV, serta ibu yang positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Jadi, sebenarnya tidak ada alasan untuk mengucilkan Cici.

Dimusuhi

Cici sendiri bersedia pulang dari Riau, setelah dinyatakan positif HIV, karena ia ingin melihat anaknya yang ditinggalkannya sejak ia diajak seorang wanita dari Cikampek ke Riau dengan janji dipekerjakan di restoran dengan upah Rp 400.000 sebulan. Ketika itu (1992) Cici terpaksa mengikuti ajakan wanita itu karena ia mengaku amat bingung mencari nafkah utnuk anaknya, yang ketika itu berumur tiga tahun, setelah bercerai. Waktu itu ia dan anaknya tinggal bersama ibunya, yang juga janda, serta kakek dan neneknya yang berumur 60-an tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun