Rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako dan pendidikan sedang menjadi perbincangan dan pusat perhatian masyarakat, serta menimbulkan banyak kritik dari berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat merasa resah setelah adanya informasi terkait pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako dan pendidikan. Pasalnya, di tengah pandemi Covid -19 yang sedang melanda Indonesia ini, belum mampu menstabilkan ekonomi masyarakat. Masih banyak orang-orang yang terkena PHK, mengalami gulung tikar atau bangkrut pada usahanya, serta sulitnya lowongan pekerjaan. Hal ini yang menjadi alasan masyarakat resah akan PPN yang akan diberlakukan pada sembako dan pendidikan, yang membuatnya merasa keberatan dengan rencana pemerintah tersebut.
Rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menuai polemik, banyak pedagang yang ingin melakukan pemogokkan dan demonstrasi jika diberlakukan PPN pada sembako dan pendidikan. Begitupun kritik dari ketua MPR RI, Bambang Soesatyo yang meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana pemungutan PPN tersebut. Menurutnya, rencana ini menambah beban hidup masyarkat, menurunkan daya beli, meningkatkan biaya produksi, menekan sisi psikologis petani, dan meningkatkan angka kemiskinan masyarakat Indonesia.
Akan tetapi, Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak Kementrian Keuangan memastikan bahwa rencana pemberian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bidang pendidikan, berlaku untuk jasa pendidikan tertentu yang sifatnya komersil. Selain itu, PPN pada sembako berlaku hanya untuk barang-barang yang memiliki kualitas premium, sehingga barang-barang yang dijual di pasar tradisional tidak dikenakan PPN.
Meskipun rencana pemungutan PPN Sembako dan Pendidikan tidak diterapkan dalam waktu dekat karena masih adanya pandemi Covid-19, masyarakat mengharapkan pemerintah untuk mencari solusi terkait pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Masyarakat merasa sedih karena ekonomi mereka belum stabil, ditambah dengan adanya rencana pemungutan PPN pada sembako dan pendidikan membuat masyarakat merasa bingung dan semakin terbebani. Masyarakat yang menengah ke bawah akan semakin bingung dengan keadaan yang ada, terutama untuk membeli makanan dan kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu, diharapkan pemerintah mampu mengkaji ulang terkait rencana PPN tersebut.