Mohon tunggu...
Indrato Sumantoro
Indrato Sumantoro Mohon Tunggu... Insinyur - Pengamat Aspal Buton

Lulusan Teknik Kimia ITB tahun 1976 Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Marwah Aspal Buton

24 Desember 2019   05:50 Diperbarui: 26 Desember 2019   05:13 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.vaasphalt.org

Sebentar lagi tahun 2019 akan berakhir, dan berganti dengan tahun 2020. Tahun demi tahun sudah silih berganti tanpa terasa, tetapi aspal Buton masih tetap sama seperti yang dulu. Mati suri. Dalam 4 tahun mendatang, aspal Buton akan genap berusia 100 tahun atau 1 abad. Apakah aspal Buton nanti akan masih tetap sama seperti sekarang ?. Mati suri atau koma ? Apakah masih ada orang di Republik ini yang peduli ? Tentu saja masih banyak orang yang peduli. Tetapi keadaan aspal Buton sekarang ini bagaikan kata pepatah yang berbunyi: "Maksud hati memeluk gunung, tetapi apa daya tangan tak sampai". Ini adalah untuk mengkiaskan bahwa kondisi aspal Buton pada saat ini dalam keadaan dilema. Dimana maksud hati kita ingin sekali agar aspal Buton mampu menggantikan aspal minyak impor, tetapi apa daya kita sudah merasa sangat nyaman, dan sangat bergantung kepada aspal minyak impor. Jadi apa solusinya sekarang ?

Aspal alam di pulau Buton terbentuk dari minyak bumi yang keluar merembes naik kepermukaan melalui pori-pori batu-batuan yang dilewatinya selama ribuan tahun. Dengan demikian yang tertinggal di dalam pori-pori batu-batuan adalah fase berat dari minyak bumi tersebut, karena fase ringannya sudah menguap ke udara. Sedangkan minyak bumi tetap berada di dalam bumi, karena dalam keadaan terperangkap dan tidak bisa keluar. Dengan demikian fase berat dan fase ringannya masih tetap utuh. Minyak bumi sangat dihargai orang karena sebagian besar dari minyak bumi dapat diolah menjadi bahan bakar minyak. Dan ampasnya baru dijadikan aspal minyak. Dengan asumsi seperti ini, maka dapat dianalogikan bahwa aspal alam Buton seolah-olah sama dengan aspal minyak bumi; yaitu merupakan "ampas" dari hasil pengolahan minyak bumi. Namun pemikiran seperti ini sebenarnya tidak tepat, karena aspal alam Buton merupakan proses pembentukan oleh alam dimana telah terjadi pemisahan secara alami antara fase berat dengan fase ringannya. Sedangkan aspal minyak bumi yang merupakan ampas dari proses pengolahan minyak bumi, terbentuk karena sebagian besar dari minyak bumi sudah dimurnikan menjadi bahan bakar. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa aspal minyak merupakan hasil rekayasa manusia, sedangkan aspal alam Buton merupakan hasil rekayasa alam atau karunia Allah swt. Oleh karena itu aspal mana yang lebih mulia ? Aspal minyak hasil rekayasa manusia, atau aspal alam hasil rekayasa Allah swt ?

Dalam menganalisa mengapa aspal Buton sampai sekarang masih belum mampu juga menggantikan aspal minyak impor, mungkin karena kita selama ini terlalu memandang rendah martabat aspal Buton. Karena selama ini kita menganggap aspal alam Buton sama dengan aspal minyak yang merupakan "ampas" dari pengolahan minyak bumi. Padahal terbentuknya aspal alam Buton sudah jelas berbeda dengan terbentuknya aspal minyak. Terbentuknya aspal alam Buton merupakan suatu fenomena alam yang sangat luar biasa, yang terjadi ribuan tahun, dan sangat langka di dunia. Aspal alam seperti ini hanya terdapat di beberapa tempat saja di dunia. Hal ini yang mungkin tidak pernah kita sadari dan syukuri selama ini, sehingga karunia Allah swt yang sangat melimpah ini tidak memberikan berkah. Sudah hampir 1 abad lamanya aspal Buton hanya dianggap sebagai batu-batuan yang mengandung bitumen dan hanya digunakan untuk pelapis jalan saja. Mengapa kita tidak merubah perspektif dan pola pikir kita bahwa aspal alam Buton ini sebenarnya adalah "emas" ? Dengan demikian prilaku kita dalam memandang, menghargai, dan menangani aspal alam Buton juga akan jauh berbeda dengan apabila kita memandang aspal alam Buton sebagai "ampas". Kata "ampas" berarti sesuatu yang sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi, karena "sari"nya yang memiliki nilai ekonomis tinggi sudah diambil atau dipisahkan untuk dapat dimanfaatkan lebih lanjut. "Ampas" sebenarnya hanya mempunyai 2 pilihan. Dijual dengan harga murah, atau dibuang sebagai limbah. Jadi apabila kita mau jujur dan berpikir lebih terbuka, sebenarnya mengimpor aspal minyak itu sama dengan mengimpor "ampas". Dan ampas ini terpaksa harus kita beli dengan harga mahal, karena memang kita sangat membutuhkannya. Produsen aspal minyak impor sangat senang, karena kita mau membeli "ampas" hasil pengolahan minyak mereka dalam jumlah besar. Dan kita pun juga senang membeli "ampas" impor produksi pengolahan minyak bumi mereka. Padahal kalau kita stop impor "ampas" produksi pengolahan minyak bumi mereka, maka mereka akan kebingungan harus membuang kemana limbah tersebut.

Ada kata-kata bijak yang mengatakan bahwa apabila kita tidak dapat menyelesaikan suatu masalah, maka kita harus merubah sudut pandang kita terhadap permasahan itu. Dengan cara merubah sudut pandang dan pola pikir kita, maka kita akan dapat mencarikan solusi yang tepat untuk masalah aspal Buton. Hal ini dipertegas oleh Albert Einstein, seorang ilmuwan (1879 - 1955) dengan pernyataannya :"Kita tidak bisa memecahkan masalah dengan menggunakan jenis pemikiran yang sama seperti yang kita gunakan saat kita menciptakannya". Masalah aspal Buton hanya akan dapat diselesaikan dengan merubah sudut pandang dan pola pikir kita bahwa aspal Buton itu sebenarnya bukan "ampas", tetapi melainkan "emas". Jangan samakan aspal Buton dengan aspal minyak. Aspal Buton adalah "emas" Buton, karena selain dapat dibuat aspal untuk pembuatan jalan-jalan, aspal Buton dapat juga diolah lebih lanjut sebagai bahan baku produk-produk petrokimia yang bernilai ekonomis tinggi, dan penggunaannya pun jauh lebih banyak dan luas lagi.

William Shakespeare, seorang Pujangga Inggris (1564 - 1616) pernah mengatakan: "Apalah arti sebuah nama ? Andaikan kita memberi nama lain untuk bunga Mawar, ia tetap akan beraroma wangi". Tetapi untuk aspal Buton, apakah kita akan menyebutnya juga sebagai "ampas" Buton atau "emas'' Buton ?. Nama adalah sebuah harapan, doa, dan kebanggaan. Tentunya harapan kita untuk aspal Buton adalah agar "emas" Buton mampu menggantikan aspal minyak impor. Dan sekaligus juga mampu menyejahterakan dan menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu mengapa mulai dari sekarang kita tidak sebut saja aspal Buton sebagai "emas" Buton ? Tentu orang akan memperlakukan "emas" Buton berbeda dengan orang memperlakukan "ampas" Buton. Orang akan lebih menghormati dan menghargai "emas" Buton layaknya emas murni yang sangat berharga dan bernilai tinggi. Dan hal ini juga merupakan bukti rasa syukur dan perhargaan kita terhadap karunia Allah swt yang sangat melimpah untuk Bangsa dan Negara Indonesia.

Bagaimana kalau mulai dari sekarang kita sebut aspal Buton sebagai "emas" Buton ? Dan mari kita buktikan bersama-sama, apakah dengan memperlakukan aspal Buton sebagai "emas" Buton, maka aspal Buton akan mampu segera bangkit dari mati surinya ?. Dengan hanya merubah sudut pandang dan pola pikir kita terhadap aspal Buton menjadi "emas" Buton, maka mulai dari sekarang kita sudah bisa membayangkan bersama-sama bahwa dalam waktu yang tidak akan terlalu lama lagi, kita akan membangun infrastruktur jalan-jalan "emas". Jalan-jalan untuk menuju Indonesia Emas; yaitu Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun