Kehadiran Maps Satelite atau Global Positioning System (GPS) dirasa sangat membantu saat ini. Beberapa aplikasi Maps Satelite yang sering digunakan dan familiar di masyarakat kita seperti Google Maps, Waze, Petal Maps, atau Avenza Maps.Â
Saat ini Google Maps masih menjadi Maps Satelite yang banyak digunakan oleh pengguna telepon seluler.Â
Menguntip dari berbagai sumber, kemunculan Google Maps tidak bisa terlepas dari 2 saudara asal Denmark bernama Lars dan Jens Eikstrup Rasmussen. Google tertarik mengadopsi ide mereka untuk pembuatan peta non statis yang bisa mencari lokasi serta mampu diperbesar.Â
Tanggal 8 Februari 2005, Google meresmikan Google Maps untuk pertama kali di Amerika Serikat. 2 bulan kemudian disusul di Inggris (Sumber Klik di Sini).Â
Saya memiliki kesan sendiri dengan Google Maps. Kemarin saya mencoba menggunakan jalur alternatif Lovina (Singaraja, Bali) ke Denpasar melewati Danau Tamblingan.Â
Berdasarkan Google Maps, jalur ini lebih cepat 40 menit dibandingkan melewati jalur utama. Apalagi bagi Kompasianer yang pernah melewati Jalur Denpasar-Singaraja via Bedugul pasti paham medan jalan berliku ala bukit dan banyak titik curam.Â
Melalui penampakan jalan di Google Maps, jalur terlihat dominan lurus dan tidak terlalu meliuk-liuk.Â
Dugaan saya terkait waktu memang benar, ternyata jalur ini lebih cepat sampai di Denpasar. Namun hal tidak terduga medan jalan lebih menantang.Â
Jalur via Danau Tamblingan yang saya lalui ternyata jalur alternatif. Mayoritas jalan menanjak bahkan ada dengan ketinggian curam dan panjang. Yang bikin deg-degan, jalan aspal yang saya lalui berubah menjadi jalur berbatu dan beton yang lebarnya hanya untuk roda 1 mobil.Â
Sepanjang jalan saya berdoa agar tidak ada berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan. Ini karena sangat susah untuk mencari celah karena kondisi jalan miring curam.Â