Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tantowi Yahya di Negeri the Lord of the Rings

7 April 2021   00:31 Diperbarui: 7 April 2021   00:42 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Sabtu lalu, 13 Maret 2021, tepat hari pertama tahun keempat Tantowi Yahya mendapat kepercayaan sebagai Dutabesar Republik Indonesia di Tonga -- Samoa -- Selandia Baru. Seminggu sebelumnya, tugas Tantowi bertambah sebagai wakil pemerintah RI pertama untuk Kepulauan Cook.

Mudahnya, Tantowi bertugas di Tossebar Cook. Entah sebagai tukang masak. Yang jelas bukan sebagai pengamen.

Sementara, sudah lebih dari setahun Tantowi menjadi Dutabesar Keliling RI untuk 20 negara di Kawasan Pasifik. Area penuh air melimpah yang membuat mimpi siapapun yang mengenal kehidupan di nusantara, baik maritim, sungai, danau, hingga gunungnya, terasa menjadi telaga kecil.

Tak terkecuali bagi saya, tentu. Saya menyebut Tantowi sebagai Sang Baladawan. Terus terang, saya 'menangisi' kepergiannya bersama dengan Yuddy Chrisnandi, sebagai duta besar. Dua orang sahabat. Dua orang seniman. Dua orang maestro. Satu 'tercampak' ke selatan. Satu terbuang ke utara dengan hanya delapan puluh warga negara Indonesia. Tentu, saya paling merutuk diri atas kepergian Tantowi dalam percakapan panjang kami berdua.

Setiap saat, saya membaca berita tentang kedua sosok ini. Yuddy, sudah meluncurkan buku "Dari Kyiv Menulis Indonesia" dengan editor Safrizal Rambe, salah seorang anggota saya dari 24 orang Tim Ahli Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2014-2016. Kyiv, ibukota Ukraina, tempat Yuddy bertugas.

Tantowi, lumayan sering muncul di sejumlah grup. Terkadang, perasaan 'iseng' Tantowi muncul, bertanya soal isu politik ke saya. Dan tentu saya pura-pura tidak membaca pertanyaannya. Politik, biarlah bukan urusan saya, apalagi Yuddy atau Tantowi, ketika kami berkesempatan berdiskusi.

Ketika Tantowi menyebut koperasi adalah pilar ekonomi negara Selandia Baru, tentu bersama sejumlah negara Skandinavia dalam konsep negara kesejahteraan, terdapat kekaguman terhadap angka kecil gini rasio di negara berjuta lembu itu.

Seakan tersedak, Tantowi menyebut nama Peter Jackson, sutradara the Lord of the Rings (LOtR), kalau mau menemukan seseorang dalam kategori kaya di Selandia Baru. Pemerataan kesejahteraan dan kesetaraan pendapatan penduduk Selandia Baru terdapat dari adopsi yang serius kepada koperasi sebagai soko guru ekonomi.

Mana mau saya percaya, seorang produser film bisa menjadi kaya raya. Saya periksa halaman Forbes. Larut dalam sejumlah bacaan. Benar saja, sejumlah nama muncul sebagai orang terkaya yang termasuk kelas dunia, adalah warga negara Selandia Baru. Peter Jackson? Nama yang terkenal, membahana. Namun, siapalah dia, dibandingkan dengan petrodollar yang diperoleh dari investasi.

Tapi, bagi Tantowi? Bagi saya? Bagi dunia film Indonesia? Jackson adalah Rahwana dari kaum raksasa. Sebagai orang yang pernah beberapa tahun menjadi Manager Program Yayasan SET pimpinan Garin Nugroho, saya tahu betul bagaimana sulitnya seorang Garin mendapatkan pembiayaan atas film-filmnya, dari dulu, kini, hingga nanti. 

Di mana masalahnya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun