Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Wali Feri, Passion Penjelajah yang Tak Terjajah

21 Agustus 2020   05:31 Diperbarui: 21 Agustus 2020   22:04 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika pengenalan pribadi menjadi parameter terpenting dalam dukung-mendukung dan usung-mengusung tokoh bagi jabatan publik, sudah lama demokrasi terjatuh ke dalam tonggak oligarki, tembok aristokrasi dan pedang kaum feodal. Untunglah, kesadaran seperti itu tak menjadi dominan di Indonesia, apalagi di Sumatera Barat. Kelompok yang paling sensitif terhadap dominasi, monopoli, apalagi hegemoni berasal dari kalangan muda usia. Plus, kaum terpelajar. Kaum cerdik pandai, dalam tatanan adat.

Karena itu, dalam kapasitas sebagai Wakil Koordinator Bappilu DPP Partai Golkar untuk seluruh Provinsi Sumatera Barat, saya lebih berjarak. Jauh lebih banyak yang tidak saya temui, ketimbang memilih bertemu dan bertatap muka dengan sang calon. Saya tahu betul arti sebuah pertemuan dalam ranah persepsi politik di ranah Minang. Alasan yang sangat kuat, detil, dan tentu tak umum, patut saya teguhkan dulu dalam pikiran, perasaan, dan sikap mental.

Nah, dari 13 pilkada tingkat kabupaten dan kota di Sumbar itu, DPP Partai Golkar dengan segera memutuskan tiga daerah. Tentu ukuran utama adalah Partai Golkar menjadi pemenang di daerah tersebut. Sepuluh daerah lagi, perlu kesabaran dan kesadaran dalam membangun koalisi. Ilmu aritmetika lebih utama berada di balik tempurung kepala, ketimbang ilmu sempoa, apalagi bisikan alam gaib. Sebagai veteran yang terjun langsung dalam pemilihan calon anggota DPR RI (2009) dan walikota Pariaman (2013), tentu saya ikuti seluruh nuansa mikro hingga sebiji zarrah sekalipun.

Dalam kapasitas manager kampanye atau sosok pendukung, saya sudah terlibat sejak keliling Sumbar mengantarkan Jeffrie Geovanie sebagai Calon Gubernur Sumbar 2005. Terakhir, saya mengerahkan relawan Alang Babega dan Sirangkak dalam pengumpulan jumlah tim pemenangan terbesar Calon Walikota Pariaman yang pernah dilakukan di Gedung Saiyo Sakato, dalam pemilihan walikota dan wakil walikota Pariaman 2018. Tentu pengalaman di luar Sumbar lebih banyak, termasuk di Jambi dan Riau, walau sebagian dalam kapasitas sebagai konsultan pemenangan.

Terjun dalam proses pemilihan lain di luar itu? 

Ya sejak taman kanak-kanak. Mau tunjuk tangan menjawab pertanyaan guru, ketua kelas, komandan upacara, atau organisasi pelajar lain, adalah punden berundak lapis demi lapis demokrasi dalam lingkup pendidikan dan alam Minangkabau. Di usia 16 tahun, saya juga pernah ikut pemilihan Cik Uniang dan Cik Ajo (semacam Abang None di Jakarta) Kota Pariaman. Lumayan, saya menjadi runner up, alias nomor dua terganteng se Kota Pariaman, dibanding Ekky dari Jurusan Biologi SMA 2 Pariaman.

Acara Berkemah yang Sempat Membuat Satu Siswi Kesurupan. Sejak itu saya jadi dukun.  
Acara Berkemah yang Sempat Membuat Satu Siswi Kesurupan. Sejak itu saya jadi dukun.  
Dalam proses itulah saya mengenal Tri Suryadi atau lebih dikenal sebagai Wali Feri. Yang bersikeras memperkenalkan adalah Ajo Badai, kakak dan sekaligus pengawal saya yang paling setia. Ajo Badai sengaja dipasang oleh paman kandung saya, adik dari ibu saya, Mamanda Yan Bachtiar. Tentu segala jurus silat dikuasai oleh Ajo Badai, termasuk ilmu yang tak terlihat mata. Ajo Badai sudah "mengawal" saja sejak kecil di Mentawai. Tak sepicing kedipan mata pun ia bisa lepas dari saya.

Kehadiran Ajo Badai tentu sangat mengganggu soliditas tim yang saya bentuk. Mayoritas mereka adalah anak-anak muda lulusan Universitas Andalas dan Universitas Negeri Padang, terutama dari basis Himpunan Mahasiswa Islam. Tak semua hal saya bisa ungkap, dalam pergumulan politik yang tentu - ikut - berbasis kaum di ranah Minang.

Alang Babega
Alang Babega
Dari Ajo Badai saya mengenal Wali Feri di Kenagarian Pilubang. Bahkan, bisa jadi Wali Feri waktu itu belum terpilih menjadi Wali Nagari Pilubang. Ia baru menjadi Wali Korong tempat Ajo Badai tinggal. Pertemuan dengan Wali Feri sangat terasa hangat dan akrab. Ternyata Wali Feri ini bernama asli Tri Suryadi, alumni SMA 2 Pariaman Angkatan 1992. Setahun di bawah saya. Ia kelahiran 31 Juli 1973 di Bangkinang, Riau. Seingat saya, siswa paling populer dari Angkatan 1992 adalah Rudi Anton. Saya banyak berkomunikasi dengan Rudi yang sempat merantau di Jakarta.

Dan seperti batang pisang tumbuh di lahan yang gembur, Wali Peri menggebubu terus dan terus. Dari Wali Korong menjadi Wali Nagari. Terus dari Wali Nagari menjadi anggota DPRD Kab Padang Pariaman 2014-2019, hingga anggota DPRD Provinsi Smatera Barat 2019-2024. Baik dalam proses calon anggota DPR RI 2009 atau maju sebagai Calon Walikota Paeriaman 2013, saya tahu betul bagaimana Wali Feri menghimpun suara untuk saya.

Daya jelajah Wali Feri jauh. Tapi satu yang tak ia lupa, sejauh-jauhnya menjelajah sejak pagi hingga sore, ia tetap kembali ke basis, yakni Kenagarian Pilubang. Tempat saya pun singgah, dalam perjalanan kemanapun. Kalau tak bertemu di lapau mamak saya di simpang Pilubang, tentu tempat rendezvous dipindah ke Pasir Baru, area Tempat Pelelangan Ikan, guna menghindari mata orang-orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun