Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Aufklarung dalam Mitologi Desa

19 Agustus 2019   17:59 Diperbarui: 20 Agustus 2019   18:32 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nation yang berdiri kokoh dalam ceruk national identity yang lain. Negara-negara merdeka baru yang kecil-kecil lahir. Negara-negara kecil yang hari ini justru kesulitan dalam membangun kinerja sebagai negara merdeka. Pertarungan antara Uni Eropa melawan nation-state masih menjadi wajah Eropa hari ini.

Bagaimana dengan Indonesia setelah 74 tahun merdeka? National and character building apa sudah selesai? Local identity, etnisitas, dan beragam bentuk oligarki lokal apa sudah mengalami rasionalisasi?

Kenapa Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Anies Baswedan jauh lebih penting dibahas, ketimbang pemimpin daerah lain? Padahal Jakarta memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam jumlah yang luar biasa. Begitu juga Produk Domestik Bruto (PDB) Jakarta masih yang terbesar di Indonesia.  

Bagaimana dengan kiprah Victor Laiskodat, Gubernur Nusa tenggara Timur atau Zulkieflimansyah, Gubernur Nusa Tenggara Barat? Begitu juga dengan kinerja pimpinan daerah di Papua yang masih mengalirkan darah konflik sampai kini.

Apakah Kejakartaan dan Keindonesiaan saling berseberangan? Atau justru mampu bekerjasama?

Sikap nyinyir yang terus-menerus atas posisi Anies Baswedan adalah bentuk pemiuhan atas potensi kepemimpinan lain yang berada di ranah lokal. Lokal, dalam artian provinsi, kabupaten dan kota. Terdapat lebih dari limaratus kepala daerah yang bisa dilongok kiprah mereka. 

Dalam sejumlah edisi khusus, terdapat penghargaan kepada kepala-kepala daerah yang dianggap mumpuni. Hanya saja, publik nasional sama sekali masih minim informasi yang bersifat menyeluruh atas daerah-daerah dimaksud.

Jangan-jangan, revolusi atau evolusi dalam demokrasi sama sekali belum selesai. Subjektivitas dalam bentuk politik identitas masih tebal menguasai limbik pikiran produsen ide di tingkat nasional. Bias Jakarta sebagai ibukota negara terasa melekat. Kemerdekaan belum berhasil membebaskan tindasan dalam bentuk lain. Nusantara masih berupa koloni bagi Jakarta, seperti Amerika Serikat bagi negara-negara Eropa pada abad ke 18.

Pada saat kenasionalan dan kelokalan belum menunjukkan tanda saling mempererat dan bersahabat, kini muncul pedesaan sebagai identitas baru. Pedesaan yang merupakan wadah dari bentuk asli demokrasi di Indonesia, sebagaimana ditulis oleh Mohammad Hatta, mulai berkecambah sebagai identitas yang kuat.

Dalam sejumlah peristiwa belakangan, desa mulai menjadi entitas yang utama, puncak, sekaligus terisolir. Entitas sebagai warga desa lebih diprioritaskan ketimbang entitas warga negara. Persaingan antar warga desa sedang dimulai, baik dalam wujud yang positif ataupun negatif. 

Dalam kasus-kasus yang mencuat, entitas negara dengan segala simbolnya, beberapa mulai tenggelam atau disingkirkan dalam area pedesaan atau distrik. Pembunuhan satu keluarga yang tinggal di pedesaan kini semakin sering masuk statistik kejahatan. Aparatur negara, baik sipil atau militer, juga menjadi korban di area pedesaan. Tangan negara terlihat lemah di pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun