Setelah hampir 2 bulan menjabat sebagai Mendikbud Nadiem Makarim akhirnya mengeluarkan kebijakan perdananya. Kebijakan yang isinya 4 poin:
1. USBN yang dikembalikan ke sekolah menjadi asesmen sekolah
2. UN yang diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter
3. RPP yang disederhanakan menjadi 1 lembar
4. PPDB zonasi yang kuota untuk orang kaya ditambah
Terlepas dari memberikan kesempatan bagi Mendikbud untuk belajar karena latar belakang beliau yang tanpa pengalaman sama sekali dalam tata kelola dunia pendidikan, kebijakan perdana ini masih berbentuk potongan-potongan yang belum bisa dirangkai sebagai sebuah solusi untuk membangun SDM yang unggul dan masih berpola reaktif atau saya lebih senang mmberi istilah manajemen pemadaman api.
Saya sangat berharap Mendikbud mampu membuat kebijakan yang holistik, dari hulu ke hilir, dengan hulunya kondisi saat ini dimana generasi penerus bangsa Indonesia menurut data PISA dari OECD dan data INAP serta AKSI dari Kemdikbud yang menunjukkan kemampuan baca, matematika, juga sains yang sangat rendah, bahkan jauh lebih rendah dari rata-rata peserta didik di negara-negara lain. Dan hilirnya adalah tahun 2045, saat Indonesia menempati posisi ke-5 ekonomi terbesar dunia.
Langkah-langkah dari hulu ke hilir tersebut, dalam dunia IT yang menjadi latar belakang Mendikbud disebut ALGORITMA. Saya lebih senang menyebutnya cetak biru / blueprint atau grand design pembangunan manusia secara utuh dari Sabang s/d Merauke.
Dalam blueprint tersebut akan tergambar berapa jumlah anak Indonesia, dimana penyebarannya, sehingga butuh berapa sekolah, butuh berapa guru, butuh sarana dan prasarana yang seperti apa sehingga kebijakan tidak sekedar mengutak-atik prosentase PPDB zonasi.
Kita semua tahu data BPS menunjukkan kenaikan APM di 5 tahun terakhir hanya 1% saja disemua jenjang padahal berapa triliun uang rakyat yang terpakai untuk membuka akses pendidikan seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Unit Sekolah Baru (USB), Ruang Kelas Baru (USB), serta dana-dana lain seperti perekrutan guru garis depan, dan lain sebagainya.
Harusnya dijelaskan dengan bahasa yang sederhana dan dipahami oleh masyarakat umum yang notabene tingkat literasinya salah satu yang terendah didunia, apa yang akan dilakukan dengan hasil asesmen dan bagaimana langkah itu dapat menciptakan SDM unggul.
Penyederhaan RPP, sebagai praktisi pendidikan yang sehari-hari bertemu dengan para pendidik, tantangan terberat program pembangunan SDM Indonesia bukanlah beban administrasi melainkan kompetensi pendidik yang sangat rendah.
Andaikata soal-soal PISA diberikan ke para pendidik Indonesia saya yakin hasilnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan para peserta didik. Di belahan dunia manapun, program pembangunan manusia ujung tombaknya tidak lain dan tidak bukan adalah guru.