Mohon tunggu...
Indah Fadilah Pelupessy
Indah Fadilah Pelupessy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulllah Jakarta

Si Pecinta Novel

Selanjutnya

Tutup

Book

Novel Si Parasit Lajang Mengangkat Isu Tabu Masyarakat

6 Mei 2023   13:57 Diperbarui: 6 Mei 2023   13:58 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Ayu Utami yang nama lengkap Justina Ayu Utami merupakan sastrawan yang memulai karir sebagai seorang wartawan, dirinya kerap menyuarakan pikiran feminisme. Dalam salah satu karyanya, Ayu Utami menceritakan tentang pemikirannya yang tidak ingin menikah, Novel tersebut berjudul "Si Parasit Lajang" yang pada tahun 2013. Latar dalam Novel ini diceritakan di kota Jakarta pada tahun 90an. Novel ini menceritakan tentang seorang wanita pada akhir usia duapuluhan memutuskan untuk tidak menikah, dn menyebut diri Si Parasit Lajang, yang merupakan salah satu istilah yang dipopulerkan oleh feminis jepang. Novel ini mengangkat isu penting yang terjadi di tengah masyarakat, seperti pernikahan, seks, film porno, dan keperawanan.

Sinopsis: Si Parasit Lajang: "Cewek, Cerdik, Cuek" Buku ini berisi cercahan pikiran seorang perempuan muda urban. Di akhir usia duapuluhan ia memutuskan untuk tidak menikah dan menyebut diri Si Parasit Lajang, satu istilah yang awalnya dilontarkan feminis Jepang. Sepintas lalu, ia terkesan sangat cuek tentang nilai-nilai di sekitarnya, tak peduli komentar orang sama sekali. Di pihak lain, ia sangat mengamati dan memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Si Parasit Lajang adalah cewek kelas menengah kota. Kelas ini konon paling terdikte oleh kapitalisme. Tapi, kumpulan kolom ini, yang ditulis dalam rentang sepuluh tahun lebih, menunjukkan bahwa orang juga bisa bersikap kritis bahkan sambil tetap berada dalam lingkup kehidupan kapitalistis. Ia juga mencatat pergerakan nilai-nilai yang terjadi di masyarakat dengan lucu. Jika ada pesan dalam buku ini, maka itu adalah demikian: Di zaman ini, larangan tidak memadai lagi untuk bekal manusia berhadapan dengan tantangan. Yang dibutuhkan adalah kecerdikan.

Novel ini mencerikan pemikiran yang bersifat radikal. Menurutnya pernikahan itu bukan harus, melaikna perlu. Perlunya untuk orang yang membutuhkan saja. Tokoh wanita yang mencerikan kisah hidupnya, tentang trauma yang dirasakan tentang perkawinan, bukan karena sudah pernah menikah, tapi karena melihat sikap bibi-bibinya dan juga guru yang selalu mengagungkan pernikahan tapi tidak menikah. Ibunya pernah berkata jika pernikahan membuat kita tidak kesepian di hari tua, tapi siapa yang menjamin bahwa pasangan tidak akan bosan dan anak tidak akan pergi, tidak ada yang abadi di dunia ini. Jadi sama saja menurutnya. Tokoh wanita tidak pernah anti-perkawinan hanya saja dirinya memang benci pada perkawinan yang menjadi status atau ukuran bahagia manusia. Manusia boleh menikah, tapi tidak harus.

Menurut Tokoh wanita, seks tidak identik dengan perkawinan, bahkan dirinya melepaskan perawannya pada kekasihnya. Tidak peduli apakah nanti akan menikah dengan kekasihnya atau tidak, dan jika hubungan mereka putus dirinya tidak ada rasa menyesal, karena menurutnya seks dilakukan karena suka dan suka tanpa ada paksaan. Mungkin jika diliat ini melenceng dari norma agama dan sangat tabu di dalam masyarakat.

Film porno identik dengan lelaki, dan wanita hanya menjadi objek dari nafsu mereka. Menurut Tokoh wanita, wanita harus  bisa berekspresi dan eksplorasi mengenai seksual mereka, jika saja anak-anak perempuan lebih terbuka mengenai eksplorasi seksual mereka sejak dini, mungkin tiidak banyak ketakutan yang merekaa alami dan bisa menguasai tubuhnya sendiri.

Pemikiran Tokoh wanita sangatlah menarik, walaupun bersifat radikal dan melenceng dari nilai norma yang sudah bertanam sejak dini, ada beberapa yang saya setuju dengan pemikirannya dan juga ada yang tidak, bukan berarti saja membenci buku ini. Setiap individu memiliki pemikiran yang berbeda dan sepantasnya untuk menghargai perbedaan itu. Salah satu pemikiraan yang saya suka mengenai pernikahan. Menurut saya pernikahan terjadi bukan karena keharusan tapi kemampuan, jika mampu menjalankan ikatan sakral tersebut dengan suka rela, itu akan manjadi ladang ibadah yang melimpah, mampu menyejahterahkan pasangan dan mampu menerima kekurangan dan kelebihan pasangan. Menurut saya penulis ingin membuat pembaca lebih terbuka dan bisa mengontrol kehidupan sendiri tanpa campur tangan orang lain, karena menurutnya menusia boleh memiih jalan yang berbeda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun