Mohon tunggu...
Indah EkaPriyanto
Indah EkaPriyanto Mohon Tunggu... Universitas Muhammadiyah Jakarta

Seseorang yang suka mencoba-coba

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Kekuatan Asing Pasca Demonstrasi 25 Agustus 2025

28 September 2025   17:05 Diperbarui: 28 September 2025   17:05 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gelombang demonstrasi besar-besaran yang mengguncang Indonesia sejak 25 Agustus 2025 telah menyisakan serpihan-serpihan ketegangan politik dan sosial, tetapi membuka peluang diskusi seberapa jauh keterlibatan kekuatan asing dalam dinamika politik domestik. Wacana tersebut pertama kali dikemukakan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), yang menegaskan adanya "aktor luar negeri" diduga memanfaatkan jaringan lokal untuk memperkeruh keadaan. Klaim tersebut telah mengundang perhatian luas, sebab datang dari figur yang memiliki kredibilitas institusional sekaligus otoritas pengalaman. Tetapi, pernyataan tersebut masih bertahap pada level indikasi, tidak disertai bukti dokumenter yang dapat diakses publik secara terbuka.

Jika ditinjau lebih jauh, mekanisme pengaruh asing terhadap pergerakan sosial dan politik di sebuah negara biasanya bekerja secara tidak langsung. Literatur politik internasional mencatat setidaknya tiga pola umum : pertama, amplifikasi narasi melalui media sosial dan kampanye digital, yang memperbesar isu lokal menjadi krisis berskala nasional; kedua, dukungan material dan finansial yang dialirkan melalui organisasi perantara atau saluran filantropi, sehingga jejaknya lebih sulit dilacak; ketiga, penyediaan pelatihan atau konsultasi jarak jauh yang memperkuat kapasitas teknis aktor lokal. Pola-pola ini pernah muncul di kawasan lain, dari Timur Tengah hingga Eropa Timur. Namun, untuk kasus Indonesia pasca 25 Agustus, bukti publik yang menunjukkan keterhubungan langsung antara demonstrasi dan dukungan asing belum pernah dipaparkan secara komprehensif. 

Fenomena menarik lainnya muncul ketika nama sejumlah mantan pejabat nasional, termasuk mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), tiba-tiba diseret dalam percakapan publik. Di berbagai kanal media sosial, tuduhan liar berkembang bahwa mantan pejabat tersebut menjadi "otak" atau penyandang dana aksi. Tuduhan ini cepat viral, namun kemudian terbukti tidak memiliki dasar yang sahih dan dibantah secara tegas oleh pihak yang bersangkutan. Dari perspektif komunikasi politik, hal ini memperlihatkan bagaimana ruang publik digital kerap menjadi arena reproduksi konspirasi, di mana nama-nama figur publik dijadikan kambing hitam untuk memuaskan kebutuhan narasi instan. 

Dari sudut pandang geopolitik, motif aktor asing untuk masuk dalam dinamika politik Indonesia dapat dipetakan dalam beberapa kategori. Pertama, kepentingan strategis: melemahkan stabilitas politik Indonesia sebagai salah satu negara kunci ASEAN dapat memberikan keuntungan bagi kekuatan global tertentu yang ingin mengubah peta kekuatan kawasan. Kedua, kepentingan ekonomi: dengan menciptakan ketidakstabilan, pihak asing bisa memperoleh leverage dalam negosiasi investasi maupun penguasaan sumber daya alam. Ketiga, kepentingan ideologis: berbagai lembaga swadaya internasional kerap mendukung gerakan demokratisasi atau isu hak asasi manusia, yang terkadang berbenturan dengan kebijakan pemerintah nasional. Akan tetapi, motif yang bersifat potensial tidak serta merta berarti keterlibatan nyata. Tanpa adanya bukti konkret, narasi tentang motif eksternal hanya berfungsi sebagai analisis hipotetis. 

Respons pemerintah dan aparat keamanan terhadap isu keterlibatan asing juga patut dicermati sebagai bagian dari dinamika politik. Beberapa pejabat menyatakan bahwa investigasi sedang berlangsung, sementara di sisi lain analis politik menekankan bahwa inti persoalan tetaplah domestik: ketidakpuasan terhadap representasi politik, tekanan ekonomi yang dialami masyarakat, serta respons aparat yang dianggap represif. Ketika narasi "didalangi asing" diadopsi secara berlebihan tanpa landasan bukti, ada risiko tuntutan sosial yang sah dikategorikan semata sebagai ancaman keamanan. Secara teoretis, hal ini disebut proses "sekuritisasi", yakni transformasi isu politik dan ekonomi menjadi isu keamanan nasional, yang kerap diikuti dengan pembatasan kebebasan sipil. Dalam konteks Indonesia pasca 25 Agustus, kecenderungan sekuritisasi terlihat jelas, dan hal ini menuntut kewaspadaan agar tidak mengaburkan substansi aspirasi masyarakat. 

Dengan mempertimbangkan semua aspek tersebut, pengaruh asing dalam demonstrasi 25 Agustus 2025 sejauh ini tampak lebih signifikan pada tataran amplifikasi narasi ketimbang pada level struktural. Ada indikasi bahwa isu-isu lokal diperbesar gaungnya melalui media sosial transnasional, namun belum ada bukti publik mengenai aliran dana besar atau koordinasi lintas organisasi asing yang terstruktur. Dalam terminologi akademik, pengaruh semacam ini termasuk kategori "soft interference"---bukan intervensi keras yang mampu mengubah struktur politik secara langsung. Oleh karena itu, meski investigasi intelijen tetap perlu dilakukan untuk memastikan fakta lapangan, masyarakat sipil dan komunitas akademik tetap harus menempatkan bobot analisis pada faktor domestik yang lebih nyata dan terukur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun