Mohon tunggu...
Indah Dwi Rahayu
Indah Dwi Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Semesta Membaca Tinta yang Tertoreh

If I might share my opinion, this world is hell, and our task is to create our own heaven - Eka Kurniawan, Beauty Is a Wound.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan, Keluarga, dan Profesional di Dunia Pertambangan

22 Desember 2020   14:09 Diperbarui: 22 Desember 2020   14:31 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi perempuan, meninggalkan Indonesia dengan tujuan mencari pundi-pundi uang tidaklah mudah. Namun, keluarga menjadi alasan utama para perempuan yang bekerja di luar negeri menjadi lebih tegar. Selain keluarga, faktor peluang juga menjadi alasan pendukung. Ketiga perempuan ini meyakini bahwa dibalik peluang, ada pundi-pundi uang. Inilah yang terjadi pada ketiga perempuan asal Indonesia yang mencari nafkah hingga ke negeri seberang.

Tidak hanya sekedar bekerja di luar negeri, profesi yang digelutinya pun tidak biasa bagi kaum hawa. Jika pada umumnya para perempuan bekerja di gedung-gedung perkantoran atau membuka bisnis online, tapi tidak dengan mereka. 

Yulia Hadi, Jelita Sidabutar, dan Marlyn White mencoba peruntungannya di sektor pertambangan. Sudah pasti, bekerja di luar negeri ditambah merasakan kerasnya arena pertambangan membuat fisik dan batin ketiga perempuan ini sempat terguncang.

Berawal dari finalis kontes kecantikan, kini betah di arena pertambangan

Yulia Hadi. Perempuan yang sempat menjadi finalis kontes kecantikan Mrs Australia Globel tahun 2018 tersebut memberanikan diri untuk keluar dari zona nyamannya. Di balik keanggunannya, Yulia mengakui dirinya senang melakukan hal-hal yang maskulin sejak masa anak-anak.

Sejak terjun ke dunia pertambangan, perempuan kelahiran Balikpapan ini justru memilih menjadi supir truk di area pertambangan. Kemahiran mengendarai truk sudah dilakukan Yulia sebelum bekerja di sektor pertambangan. Yulia saat itu menikmati hari-harinya sebagai pengemudi truk di kota Melbourne. 10 tahun berlalu, Yulia sudah mengetahui kehidupan industri tambang Australia. Posisi terakhir Yulia adalah Trade Assistant & All Rounder di kawasan Pilbara, Australia Barat.

"Saya harus bangun jam 4:30 setiap paginya, mulai kerja jam 5:30 pagi dan kita bekerja selama 12 jam setiap hari selama dua minggu," ungkapnya. Meski terasa berat, Yulia tetap bersemangat menjalani hidup ditemani dengan putri kecilnya.

Yulia mengaku memiliki rasa takut ketika mulai masuk ke area pertambangan, namun hal ini dia lakukan demi keluarga kecilnya, dan karena keluarga juga, keberanian Yulia timbul. Tantangan terberat yang dialami oleh sosok ibu ini adalah menyesuaikan budaya maskulin barat yang penuh kata-kata kasar dan guyonan yang sering membuat salah paham.

"Saya tentu tidak membawanya ke hati, saya katakan pada mereka kalau itu tidak benar, meski saya tahu mereka tidak benar-benar bermaksud seperti itu." tambahnya.

Sempat mendapat komentar negatif, tidak mudah menjadi ibu dan pekerja yang profesional 

Hal serupa juga dialami oleh seorang 'Project Geologist' di perusahaan Seequent yang berbasis di kota Perth, Australia Barat. Perempuan asal Pulau Samosir, Jelita Sidabutar, juga membagikan kisah suka dan dukanya selama bekerja di dunia pertambangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun