Islam sebagai agama yang menyukai keindahan dan juga kebersihan senantiasa menuntun hambanya untuk berperilaku indah, termasuk indah dan rapi dalam berpakaian. Adapun yang dimaksud ‘indah’ dalam hal ini adalah pakaian yang sesuai dengan syari’at Islam. Adapun tujuan berpakaian dalam pandangan Islam ada dua, yaitu sebagai penutup aurat, dan berhias/estetika. Hal ini merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian dan perhiasan yang sekiranya digunakan secara baik dan bertanggung jawab.
Kondisi sosial masyarakat pada masa Nabi saw. penuh dengan ketimpangan, fanatisme kesukuan, budaya patriarki, monopoli, perampokan dan gaya hidup mewah yang dinikmati oleh para penguasa. Minuman arak, pakaian sutera juga didatangkan dari negara lain untuk dinikmati para raja sebagai bentuk keperkasaan. Emas digunakan sebagai tempat makan serta minum. Belum lagi kebiasaan mereka untuk mencelup pakaian dengan za’faraān dan ‘uṣfūr yang memberikan efek warna kuning dan merah pada pakaian.
Beberapa hadis yang membahas tentang penggunaan pakaian berwana kuning tersebut memiliki indikasi adanya pelarangan yang disabdakan langsung oleh Nabi saw. Dari beberapa redaksi hadis yang diriwayatkan mengandung makna bahwa Nabi saw. sangat mencela orang yang memakai pakaian yang dicelup berwana kuning tersebut, sebagaimana redaksi hadis berikut ini:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَخْبَرَهُ قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلَا تَلْبَسْهَا
“Bahwasanya ‘Abdullāh bin 'Amrū bin al-'Aṣ berkata: Rasulullah saw., pernah melihat aku memakai dua potong pakaian yang dicelup dengan warna kuning, lalu dia bersabda: "Sesungguhnya ini (pakaian berwarna kuning) adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.” (HR. Muslim, No. 3872)
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُنَيْنٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّخَتُّمِ بِالذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ الْقَسِّيِّ وَعَنْ الْقِرَاءَةِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَعَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ
Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid, telah menceritakan kepada kami 'Abd al-Razāq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az-Zuhrī dari Ibrahīm bin 'Abdullāh bin Hunain dari ayahnya dari 'Alī bin Abī Ṭalib ia berkata, "Rasulullah saw. melarangku memakai cincin emas, pakaian yang dibordir (disulam) dengan sutera, membaca al-Qur'an ketika rukū' dan sujūd, serta pakaian yang di celup warna kuning." (HR. Muslim, No. 3876)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَزَعْفَرَ الرَّجُلُ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Abdul Warits dari Abdul Aziz dari Anas dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang seorang laki-laki memakai minyak za'faran. (HR. Bukhārī, No. 5398)
Tetapi, Nabi saw. tidak melarangnya secara keseluruhan, melainkan dibolehkannya untuk perepuan, sebagaimana redaksi hadis berikut ini:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ شُرَحْبِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ شُفْعَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ رَآنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبُو عَلِيٍّ اللُّؤْلُؤِيُّ أُرَاهُ وَعَلَيَّ ثَوْبٌ مَصْبُوغٌ بِعُصْفُرٍ مُوَرَّدٌ فَقَالَ مَا هَذَا فَانْطَلَقْتُ فَأَحْرَقْتُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا صَنَعْتَ بِثَوْبِكَ فَقُلْتُ أَحْرَقْتُهُ قَالَ أَفَلَا كَسَوْتَهُ بَعْضَ أَهْلِكَ قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ ثَوْرٌ عَنْ خَالِدٍ فَقَالَ مُوَرَّدٌ وَطَاوُسٌ قَالَ مُعَصْفَرٌ