Saya memang belum memiliki mobil. Bukan karena tak ingin atau tak ada cita-cita untuk suatu hari mengendarai kendaraan roda empat, tetapi karena skala prioritas dalam rumah tangga masih belum sampai ke sana. Kebutuhan lain lebih mendesak dan menuntut dipenuhi terlebih dahulu.
Namun, bukan berarti keinginan itu tidak pernah terbersit. Ada kalanya, saat cuaca tak bersahabat atau ketika harus membawa anak-anak bepergian jauh, saya membayangkan betapa nyamannya memiliki mobil sendiri. Tapi pikiran itu segera kembali pada kenyataan dan perhitungan kebutuhan.
Bagi keluarga kecil seperti saya, prioritas utama tetap pada pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan pokok. Membeli mobil masih dianggap sebagai kemewahan. Untuk aktivitas harian, motor sudah cukup, dan jika bepergian bersama keluarga, layanan seperti Grab dan Gojek masih bisa diandalkan.
Perkembangan dunia otomotif tak bisa diabaikan begitu saja. Diskusi tentang mobil listrik kini semakin sering terdengar. Meski saya belum memiliki mobil, saya mengikuti dengan saksama dinamika dan perbincangan tentang mobil listrik yang makin populer belakangan ini.
Di antara teman-teman saya, sebagian sudah beralih ke mobil listrik, sementara sebagian lainnya masih bertahan dengan mobil berbahan bakar bensin. Cerita mereka menjadi cermin tentang apa yang mungkin akan saya hadapi jika suatu hari nanti ikut beralih.
Cerita dari teman-teman yang sudah menggunakan mobil listrik cukup menarik. Hal pertama yang mereka rasakan adalah keheningan mesin. Tidak ada suara berisik atau getaran khas mesin bensin, membuat pengalaman berkendara terasa lebih nyaman dan modern.
Selain itu, mereka menyoroti efisiensi biaya. Biaya pengisian daya listrik jauh lebih murah dibandingkan mengisi bensin. Ditambah lagi, biaya perawatan juga lebih rendah karena mobil listrik tidak memiliki komponen seperti oli mesin, filter udara, atau knalpot.
Dari segi performa, mobil listrik juga tidak kalah. Torsi instan yang dihasilkan dari motor listrik memberikan respons yang cepat saat pedal gas diinjak. Bahkan, untuk penggunaan dalam kota, mobil listrik bisa menjadi pilihan yang sangat praktis dan menyenangkan.
Ini bukan berarti tanpa catatan. Teman-teman saya masih menyimpan kekhawatiran soal jarak tempuh dan ketersediaan charging station, terutama untuk perjalanan jauh. Seorang teman bahkan berseloroh, “Kalau ke luar kota harus pakai Google Maps bukan cuma buat arah, tapi juga buat cari colokan.”
Bagi sebagian orang, rasa nyaman belum sepenuhnya hadir jika harus bergantung pada lokasi pengisian yang terbatas. Ketakutan akan kehabisan daya di tengah perjalanan masih menghantui. Inilah yang membuat transisi ke mobil listrik belum sepenuhnya mulus.