Pemerintah baru saja mengumumkan pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga. Dampaknya langsung terasa bagi sektor pendidikan, kesehatan, dan agama. Sementara itu, sektor pertahanan dan keamanan tetap mendapatkan alokasi anggaran penuh.
Kementerian Pertahanan mendapatkan anggaran tertinggi, sebesar Rp166,26 triliun. Polri menyusul dengan Rp126,64 triliun. Badan Gizi Nasional, Kejaksaan Agung, dan BIN juga tidak tersentuh pemangkasan. Sebaliknya, Kemendikbudristek, Kemenkes, dan Kemenag mengalami pengurangan drastis.
Keputusan ini menimbulkan pertanyaan mendasar. Mengapa pertahanan dan keamanan lebih diutamakan dibandingkan dengan pendidikan dan kesehatan? Bukankah pembangunan sumber daya manusia menjadi kunci keberlanjutan bangsa?
Jika berkaca pada teori pembangunan ekonomi (Todaro & Smith, 2020), investasi pada pendidikan dan kesehatan merupakan fondasi utama kemajuan negara. Keduanya berperan meningkatkan produktivitas masyarakat. Pengurangan anggaran di sektor ini bisa berimbas pada stagnasi pertumbuhan jangka panjang.
Pendidikan adalah investasi, bukan pengeluaran. Pemangkasan anggaran sebesar Rp22,54 triliun pada Kemendikbudristek berisiko menghambat akses dan kualitas pendidikan. Sekolah-sekolah di desa bisa kehilangan subsidi operasional, sementara perguruan tinggi akan mengalami keterbatasan riset.
Laporan UNESCO (2022) menegaskan bahwa penurunan anggaran pendidikan dapat memperburuk kesenjangan sosial. Desa-desa yang selama ini bergantung pada bantuan pemerintah untuk pendidikan gratis akan terdampak langsung. Putus sekolah bisa meningkat, dan daya saing tenaga kerja desa bisa menurun.
Kesehatan juga tak luput dari pemangkasan. Kemenkes harus berhemat hingga Rp19,63 triliun. Situasi ini berisiko memperburuk layanan kesehatan di daerah terpencil. Puskesmas dan rumah sakit di desa yang mengandalkan dana pemerintah bisa mengalami kesulitan operasional.
Menurut laporan WHO (2023), pemangkasan anggaran kesehatan sering berdampak pada peningkatan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Implikasi lain adalah berkurangnya tenaga medis di daerah terpencil. Desa-desa yang jauh dari pusat kota akan kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang layak.
Sementara itu, anggaran Kemenag berkurang Rp14,28 triliun. Pesantren dan madrasah yang menjadi pusat pendidikan berbasis agama di desa bisa mengalami kesulitan. Bantuan operasional yang biasa diterima pesantren kecil kemungkinan akan dikurangi atau bahkan dihapus.