Mohon tunggu...
Imanuel  Tri
Imanuel Tri Mohon Tunggu... Guru - Membaca, merenungi, dan menghidupi dalam laku diri

di udara hanya angin yang tak berjejak kata. im.trisuyoto@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ketajaman Kata

28 Mei 2020   06:44 Diperbarui: 28 Mei 2020   06:50 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pribadi #Respon Anak

Suatu senja aku berujar datar. Benar, tak terdengar kasar. Akan tetapi, gelegar supranaturalnya memorakporandakan hati para pendekar.

Begini,

Ini di lapangan RT, kampungku. Saat bapak-bapak memperbarui cat tembok lapangan.

"Hei, cat tembok itu masih basah. Jangan mendekat!" kataku kepada sekawanan pendekar bangsa.  Iya, itu sebutan beken di kampungku, untuk bocah-bocah kampung berusia belasan tahun.

Bocah-bocah itu mengiyakan imbauanku. Satu demi satu meninggalkan lapangan. Aku merasa menang! Perintahku dilakukan! 

Eh, ternyata hanya dalam hitungan angan, laskar pendekar kampungku itu kembali lagi.  Rupanya mereka ditikam rasa penasaran. 

"Emang kenapa tembok itu, hi hi hi."

Satu bocah mendekati tembok. Dua bocah menyusul. Kawanan bocah itu tampak semakin penasaran.

Satu anak tak kuat dengan kepenasaran hatinya. Ia mulai mendulit tembok itu dengan  ujung jari telunjuk, "Iya, basah!" celetuknya.

Bocah yang lain ikut-ikutan dan beberapa saat kemudian mereka benar-benar ikut!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun