Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya Muslim

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Pasangan Capres-Cawapres dari "Tempat Sampah"

21 September 2018   09:44 Diperbarui: 21 September 2018   10:07 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Organisasi kami (NU red.) dimakan Parpol, kemudian diarahkan ke tempat  sampah. Di sana menurut saya ada tempat sampah, ada yang bangga menjadi  anak PKI, masak bukan sampah?" jelasnya sambil melempar tanya Guru Besar Bidang Ilmu Fiqih di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan  Ampel Surabaya, Prof DR H. Ahmad Zahro MA, dalam sebuah pertemuan para  ulama dan kiai, Selasa (18/9/2018).

Silahkan baca secara lengkap di sini atau disini.

*****

Pertanyaan Guru Besar Bidang Ilmu Fiqih tersebut memuat beberapa hal yang penting, antara lain seperti Nadhlatul Ulama telah di makan Parpol, lalu kemudian diarahkan ke tempat sampah, di tempat sampah tersebut ada yang bangga menjadi anak PKI. Hal-hal penting tersebut setidaknya bisa diketemukan pada beberapa kejadian yang menjadikan pertanyaan tersebut berubah menjadi pernyataan.

NU meskipun telah berkomitmen akan kembali ke khittah-nya yang dimaklumatkan pada tahun 1984 lalu tapi fakta yang miris terlihat beberapa pengurus struktural begitu naif dan ekspresif. Seperti betapa semangatnya Marsudi Syuhud saat memberikan penjelasan tentang keberpihakan ulama yang mendukung Jokowi saat di acara ILC beberapa waktu lalu.

Prof. Ahmad Zahro pun secara lugas mengatakan pasangan Jokowi-Kyai Ma'ruf Amien adalah pasangan yang dinilai sebagai pasangan yang berasal dari tempat sampah, dimana partai yang dominan mengusungkan nama mereka adalah PDI Perjuangan. Bagi Doktor bidang fiqih ini, embrio PKI yang bangga dengan ke-PKI-annya tersebut adalah senyata-nyatanya sampah peradaban di Indonesia. 

Tampak yang dimaksudkan dalam pernyataan tersebut adalah seorang kader PDI Perjuangan yang beberapa videonya masih bisa ditelusuri di dunia maya yang bangga dan lugas mengatakan dirinya pro PKI. Namanya Ribka Tjiptaning Proletariyati yang beberapa kali upaya dirinya di usir oleh rakyat saat berusaha untuk bisa bertemu kangen dengan pihak-pihak yang ditengarai masih aktif menjajakan paham-paham sinting yang sudah tidak lagi di negara beragama seperti Indonesia ini.

Mengapa bukan pasangan Prabowo - Sandi yang mungkin saja pasangan yang dimaksud? Pertama, karena tidak ada seorang pun yang mengaku dan bangga dirinya anak PKI bisa diketemukan pada parpol pengusung pasangan ini. Kedua, bahwa kasat mata upaya pendekatan dan pernyataan blak-blakan beberapa pengurus struktural NU menunjukkan orientasi politik mereka ke Jokowi.

Meskipun akan menjadi sebuah perdebatan panjang, tapi profil perpolitikan di Indonesia memang tidak akan pernah bersih dari stigmatisasi, political labelling atau politik identitas. Pengumuman Kyai Ma'ruf sebagai cawapres pun menunjukkan ambisi Jokowi meraih suara umat Islam yang puluhan juta banyaknya. Pun dengan kerap menggunakan istilah "kyai", dari "NU" dan sebutan-sebutan yang dapat di baca sebagai strategi membuat label tentang orientasi politik dan destinasi politiknya.

Lalu ungkapan tempat sampah. Sekali lagi tuduhan ini memang serius dan akan teramplifikasi sedemikian rupa hingga ke akar rumput. Dan sekali lagi, para pemilih akar rumput inilah sebenarnya sasaran tembak semua pasangan calon tersebut. Jika dibuatkan profil atau karakteristiknya, maka akan termampatkan menjadi dua hal, yakni kaum milenial dan agamis.

Yang menjadi aneh adalah, pasangan petahana ini mendadak agamis dan cinta ulama. Dan malahan sekarang mereka yang memiliki kamus tentang arti atau makna ulama. Bahkan seorang Kyai sepuh seperti Ma'ruf Amien pun mulai tergoda untuk melakukan serangan verbal dengan sinis mengatakan Sandiaga bukan seorang ulama. Label ulama yang dilontarkan oleh Hidayat Nur Wahid kepada cawapres muda dan ganteng itu kontan di respon oleh seterunya, seorang kakek-kakek berumur 75 tahun dan masih keukeuh untuk tidak mau menanggalkan jabatannya di MUI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun