Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya Muslim

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yang Tidak Milih Jokowi Masuk Neraka!

13 September 2018   09:11 Diperbarui: 13 September 2018   09:16 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tudingan dan sangkaan banyak pihak pemilihan Kyai Ma'ruf Amien sebagai cawapres dari Jokowi adalah titik awal mulainya kubu sang petahana mulai memainkan politik identitas. 

Sebuah gaya berpolitik yang dulu mati-matian dituduhkan kepada para pendukung Prabowo di pilpres 2014 dan pilkada Jakarta saat Anies Baswedan bertarung dengan Ahok. Agama oleh mereka diharam-jadahkan dipakai sebagai medium untuk menyampaikan aspirasi politik. 

Bagi kubu Jokowi, agama adalah bagian yang terpisah dan harus dipisahkan dari segenap kehidupan politik. Kata lainnya, agama yang suci bersih sebaiknya jangan disatukan dengan politik yang jorok, kotor, penuh intrik dan seterusnya.

Namun, lambat laun sesaat setelah Kyai Ma'ruf di dapuk sebagai katrol penggerek elektoral, gaya berpolitik yang haram jadah ini mulai didendangkan. Semisal pernyataan Kyai sewaktu pergi umroh dan sempat merilis pernyataan tentang ajakan untuk warga NU agar memilih dirinya.

"Ini merupakan komitmen dan tanggung jawab NU kepada bangsa dan negara.  Maka ketika saya dipilih, PBNU siap untuk mendukung pasangan yang ada di  dalamnya wakil NU," ujar Ma'ruf.

Alhasil ajakan ini memantik tanggapan yang beragam. Setidaknya di internal NU sendiri terpecah menjadi dua golongan besar, pertama tentang sikap NU yang melepaskan pilihan kepada masing-masing pribadi dan tentang gerakan kembali ke khittah NU sebagai ormas yang bebas dari politik praktis. Dan yang kedua adalah, adanya kehadiran Kyai Ma'ruf di kubu Jokowi tidak menggambarkan secara tegas keberpihakan NU kepada salah satu bakal calon yang terdaftar di KPU.

Belum selesai kontroversi tersebut mereda, terpublikasikan kembali sebuah bentuk kampanye yang mati-matian dibantah oleh internal kubu Jokowi. Sebuah kampanye yang dirilis oleh Farhat Abbas, seteru berat Ahmad Dhani, pentolan group Dewa tentang hitam-putih pilihan politik yang diambil. Seperti tautan gambar diatas, sebuah pernyataan yang bombastis dari juru bicara yang diajukan oleh PKB tersebut.

Setidaknya publik dan voters akan kembali melihat saling serang dan adu komentar yang tidak akan jauh berbeda saat pilpres 2014 lalu. Perbedaan yang paling mendasar, Jokowi tidak akan berani menampilkan citra merakyat seperti mengenakan kaos oblong, sandal jepit, sarungan dan bercengkrama dengan beberapa ekor kodok di Istana Bogor karena outcome dari sistim kebijakan yang dia pergunakan selama empat tahun ini tidak menunjukkan situasi yang sederhana dan pro rakyat. Hutang yang berjibun yang kemudian di hantam oleh nilai tukar kurs Dollar yang membuat besaran utang dalam rupiah menjadi beranak pinak.

Kebijakan Jokowi yang memicu turunnya daya beli dan sama sekali belum memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat akan di reda dengan produksi konten kampanye yang dulu mereka tolak sedemikian rupa. Kubu ini terlihat kalah sebelum bertanding. Juri yang sebenarnya adalah masyarakat yang memiliki rekaman grafis dan hak untuk memilih pemimpinnya. 

Gaya dan pilihan sikap dari juru bicara atau juru kampanye yang kampungan norak seperti Farhat Abbas dan bahkan seorang yang dibayar rakyat mulutnya untuk bicara seperti Muchtar Ali Ngabalin adalah sebuah anti tesa dari kesadaran politik rakyat Indonesia.

Surga-Neraka dan Rakyat Pro NKRI-Gerombolan Pengacau Republik adalah tesis yang diajukan oleh kubu Jokowi. Format dikotomi benar-salah, putih-hitam sepertinya menjadi pilihan simpel untuk memilih pemimpin. Bagi penulis, kembalinya ingatan publik atas janji-janji (dalam beberapa rekaman digital adanya 66 janji politik) yang disampaikan Jokowi saat berkampanye dahulu adalah bottomline dari harus atau tidaknya rakyat memilih Jokowi dan bukan adanya ancaman neraka saat memilih untuk tidak memilih kembali Jokowi di pilpres nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun