Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jilbab Rina Nose dan Hasutan Para Biawak

21 November 2017   08:34 Diperbarui: 21 November 2017   08:53 1854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membaca sebuah artikel yang diganjar oleh Admin sebagai artikel Headlines yang mengupas tentang seorang artis yang dirinya sendiri melakukan gimmick dan penulis lebih suka menyebutkannya sebagai olok-olok diri sendiri tapi kemudian terjebak. Rina Nose, demikian nama ke-artisannya. Nose adalah hidung, sebagaimana publik melihat artis ini memang memiliki sebuah penampakan yang umum di negeri melayu ini. Hidung pesek. Agak heran juga melihat artis ini baper dan mellow saat seorang ustadz muda tengah mengklarifikasi tentang kepesekannya sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan oleh jamaah tentang hukum seorang muslimah yang menanggalkan kewajiban. Yah, sebuah kewajiban dan bukan sebuah pilihan.

Artikel tersebut, konyolnya pula, dikupas dalam sudut pandang yang tidak seharusnya memperkeruh suasana kebatinan umat islam yang tengah gaduh melihat artis wanita tersebut yang menanggalkan jilbab berikut dengan statemen yang membakar semangat muslim untuk "mengingatnya" agar kembali.

"Kemudian saya bertanya, kalau hidupmu sudah sebaik ini tanpa agama,  lalu kenapa kamu ingin mencari Tuhan dan ingin memiliki agama?"

Penggalan kalimat diatas, dalam sudut pandang seorang penggemar filsafat atau sok filsuf pasti akan terjengkang-jengkang, terkesima, surprised dan seabrek ekspresi yang luar biasa terkesima. Dan penulis memahami benar, artikel yang membahas dalam sudut pandang filsafat tersebut bak menerika sebuah berkah dari angkasa tentang bagaimana seharusnya manusia bersandar, entah pada nilai atau norma.

Bagaimana mungkin kita bisa menilai sebuah kebaikan tanpa sandaran agama? Selain agama tentu pula subyektifitas dan tidak limitless juga borderless. Padahal artis tersebut bisa merujuk kepada sebuah budaya membunuh dan memakan sesama (kanibalisme) yang diyakini mereka tersebut tidak juga memiliki agama seperti di Jepang. Manusia yang sedang meragu dan tengah berjalan menjauh dari agamanya yang diawali dengan mulai membangkang perintahNya tersebut malah disahut-sahut para pengikut akal lazim alias nalar relatif agar semakin membangkang atas nilai-nilai yang seharusnya dipatuhi.

Padahal jika menelusuri filsafat, sebuah upaya manusia memaknai kehidupan melalui indrawi tersebut berasal dari negeri yang menyembah dewa-dewi yang mereka gambarkan secara personafikasi. Titik lemah dari filsafat adalah keterbatasan bukan keleluasaan. Dan konyolnya dipergunakan untuk menguji perintah Langit. Apakah seorang Pilatus jahat? Darimana penilaian tersebut berasal? Apakah karena dia membunuh seseorang? Padahal menurut sudut pandang Pilatus dia tengah "membersihkan" bibit kerusakan yang tengah tumbuh. Coba pahami latar belakang Pilatus tersebut dalam sudut pandang filsafat.

Terkadang induk ilmu ini kerap dijadikan media untuk secara jahat dan sistimis membakar putik-putik iman dan kepatuhan muslim. Mereka menjelma menjadi iblis melalui kemampuan literasi dan "akal sehat". Mereka tumpul empatis. Mereka abai terhadap ibu-ibu yang tengah mengarahkan anak perempuan, anak gadis mereka untuk menutupi aurat mereka. Mereka ini, pengusung praktik-praktik pengingkaran atas perintahNya ini sangat minim pengetahuan keislaman tapi bertutur seakan-akan islam sebuah agama yang rendah estetika. Mereka dengan jahat mengusung persepsi perempuan memiliki kebebasan untuk menentukan ekspresi.

Dan Rina Nose, si hidung pesek tersebut lupa bahwa cara dia berekspresi persis Iblis saat menolak perintah Tuhan untuk bersujud karena berfikir dirinya lebih agung daripada Adam, si makhluk lainnya yang terbuat hanya dari segumpal tanah kotor. Persis seperti argumentasi Rina saat menanggalkan kewajibannya sebagai muslimah.

Sebagian  ahlul ahwa wal bida' (orang-orang yang dikendalikan oleh hawa nafsu dan  pelaku bid'ah, golongan menyimpang dalam Islam) mengklaim bahwa  ilmu-ilmu ilahi (akidah) itu masih ghmidhah (kabur dan tak terpahami).  Menurut mereka, tidak mungkin dimengerti kecuali melalui jalan ilmu  manthiq dan filsafat. Dan mereka melupakan pemahaman para salafusshalih, mereka yang ridha kepada Tuhan dan Pemilik Langit pun ridha terhadap mereka. Dan bukan menyerahkan perkara penting ini (baca: perintah menutup aurat) kepada para filsuf apalagi pencerahan dari non muslim yang berperangai persis biawak.

Salam Ujung Jari!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun