Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat Jurnalis Asing Menafsirkan Kembali "Prestasi" Jokowi

1 Februari 2018   10:54 Diperbarui: 1 Februari 2018   11:00 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rice planting, South East Asia.

Widodo also adopted Yudhoyono's cattle chicanery, part of an economic  self-sufficiency program in which, with little planning and a lot of  wishful thinking, Indonesia was hoping to produce all its own beef,  rice, sugar, corn and soybeans.

            

  

In 2015, it was proudly announced that the proportion of beef imports  to total consumption had dropped from 31% to 24%, without anyone noting  that Indonesians were eating just 2.7 kilograms a year, the lowest per  capita rate in the region.

Di kutip dari http://www.atimes.com/article/widodos-smoke-mirrors-hide-hard-truths/

*****

Seorang jurnalis senior, John Mc Beth menuliskan dengan gamblang tentang carut marut organisasi yang di pimpin oleh Jokowi dalam mengelola Indonesia. Terlebih lagi suami dari wartawati senior Tempo ini berulang menyebutkan eksisnya tim Spin Doctor alias juru propaganda yang di kelola Istana. Penulis dengan pede menyebutkan tim propaganda tersebut adalah  --semisal-- situs odong-odong yang di penuhi puja-puji, seword.com. Atau beberapa spinners seperti Desi alias Deni Siregar, Dede Budhyarto, Ulin Yusron dan sejumlah selebritas layar kaca seperti Rosiana Silalahi dan Najwa Shihab.

Juru propaganda ini yang dituliskan di dalam artikel Mc Beth tersebut bertugas memoles aksi-aksi Jokowi bak trik sulap yang terkenal yang biasanya menggunakan efek asap untuk menciptakan efek dramatis. Sulap adalah seni melakukan sebuah aksi tipuan yang sebenarnya "tidak ada" terkesankan "ada". Perhatikan ekspresi dan lontaran pernyataan Rosi di Kompas TV tentang bagaimana hebatnya Jokowi atau Najwa yang dengan lancung berusaha membangun imej yang sedemikian rupa kepada para kritikus kebijakan Jokowi atau mereka yang berseberangan dengan Jokowi.

"Facilitated by a largely unquestioning media, Indonesian President Joko  Widodo's government has become a master at the game of smoke and  mirrors, which in its simplistic form is all about convincing the public  that things are happening when they really aren't."

Lagi-lagi, Mc Beth tanpa ampun menyebutkan rezim ini dibekingi oleh beberapa media besar, sebut saja Media Indonesia, besutan Surya Paloh, Gramedia dengan Kompas dan --ehem-- Kompasiana-nya serta beberapa media online. Media-media tersebut sepertinya sangat bertanggung jawab dengan hasil produksi mereka, media darling yang berubah menjadi orang nomor satu tersebut. Sungguh jika publik fokus dan bersikap dengan obyektif untuk menilai sejumlah indikator, maka prestasi yang digaung-gaungkan sedemikian rupa (baca: spin doctor) oleh para juru propaganda yang di maksud oleh Mc Beth hanyalah merupakan fatamorgana dan personal branding yang nyaris kadaluarsa.

Bagi penulis kepergian Jokowi bahkan ke Afghanistan dan di sorot pula --misalnya-- saat menjadi imam dari shalat yang sirr alias tidak dibutuhkan pengucapan yang di jahr-kan (baca: dibaca dengan volume yang dapat didengar oleh makmum) adalah sebuah tindakan repetitif yang diharapkan mampu mendongkrak kembali pesona dan elektabilitas dari Jokowi sebagaimana dulu di masa kampanye pilpres tahun lalu. Padahal Afghanistan sepertinya sudah tidak lagi memiliki pesona politik selain romantika islamis semata. Dan pemilihan Afghanistan sepertinya terkait dengan isu-isu yang tengah booming di Indonesia yakni tentang keberpihakan kepada Islam atau Jokowi adalah bagian dari Islam itu sendiri. Basi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun