Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Non Pribumi Itu Ternyata...

19 Oktober 2017   09:27 Diperbarui: 20 Oktober 2017   01:06 2486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Entah kenapa dan bagaimana caranya mengklasifikasi dari maksud atau makna kosakata "pribumi" dan "non pribumi" namun dari beberapa artikel (khususnya) di Kompasiana dan beberapa cuitan di Twitter sepertinya dapat dipisahkan menjadi seperti dibawah ini;

Pribumi adalah sekumpulan warga negara Indonesia yang terafiliasi kepada ormas-ormas Islam yang mempermasalahkan umpatan Ahok di Kepulauan Seribu, parpol terafiliasi Islam non tradisional seperti PKS dan PAN dan simpatisan Prabowo saat pilpres tahun lalu.

Non Pribumi adalah selain daripada cakupan arti pribumi diatas.

Jadi agak nervous dan jengah juga jika ada orang Flores, Batak, Jawa dan campuran-campuran sangat begitu impulsif, reaktif dan pada akhirnya melakukan provokasi verbal maupun kelihaian literasi mereka mengumpati konten pidato Anies Baswedan saat menyampaikan pernyataan resmi pertama saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. 

Padahal eksistensi mereka masuk dalam cakupan arti yang diketemukan di Wikipedia dan KBBI dari kosakata pribumi.

Namun setelah melihat profil dari mereka yang kebakaran jenggot, secara sederhana bisa terukur sekali bentangan arti pribumi dan non pribumi. Penulis dengan pede berani menyimpulkan bahwa mereka yang tidak marah saat Al Maidah dijadikan sebagai obyek provokasi si Mulut Jamban adalah golongan non pribumi. Dan Anies sepertinya berhasil memancing keluar gerombolan ini. Smart but risky. Tapi itu pilihan yang musykil di hindari.

Penulis juga sepakat untuk meng-amini bahwa pilihan diksi ini bukan serampangan dan asal-asalan karena secara istilah sebenarnya Anies juga bukan-lah golongan pribumi an sich dan dengan lugas menyebutkan substansi bahwa Jakarta ke depan harus menjadi media pribumi untuk keluar dari upaya marjinalisasi. Anies sepertinya memang telah memetakan tipologi para pendukung dan penentangnya kelak sekaligus juga berhasil membuat profil apa yang menjadi duka menggantung di mayoritas rakyat Jakarta yang memiliki hak pilih dan latar belakang para pemilihnya kemaren.

Upaya Ahok dahulu memperindah Jakarta sebagai tempat yang penuh peradaban secara fisik dengan mempertunjukkan pembangunan banyak hal dan menyingkirkan ornamen-ornamen nilai yang secara fisik tidak memiliki estetika. Sebut saja Kampung Akuarium Luar Batang yang penuh sejarah yang kuat dugaannya harus dienyahkan karena berbenturan dengan site plant dari sebuah skema Jakarta yang "maju peradaban"nya. Dan konyolnya peradaban tersebut secara kasat mata (baca: kemampuan finansial) hanya dimiliki golongan tertentu.

Adapun mereka yang secara finansial tidak sama dengan golongan tertentu tersebut namun memiliki kesamaan makna Tuhan yang mereka sembah ikut nimbrung dan menyemplungkan dirinya menjadi semakna dengan golongan yang berduit tersebut.

Alhasil makna yang disasar Anies pada akhirnya klop dengan reaksi mereka-mereka yang melakukan marjinalisasi dan memiliki kesamaan iman dengan petahana. Dan susah dipungkiri bahwa dikotomi pribumi dan non pribumi ini adalah babak berikutnya perseteruan yang tidak berkesudahan. Penulis memperkirakan kulminasi dari semua ini adalah ketika Jokowi tidak terpilih dan Prabowo tidak mencalonkan dirinya kembali. Dua kandidat di pilpres tahun lalu tersebut adalah polarisasi dari perluasan makna pribumi dan non pribumi.

Bagusnya adalah, pribumi tidak lagi melulu tentang etnisitas atau native people dari sebuah area atau cakupan wilayah tertentu. Bisa jadi nanti Felix Siaw dan Anthony Leong merasa lebih lokal ketimbang Djarot Syaiful Hidayat dan Pahala Sirait. Anomali? Jangan kaget, semenjak Jokowi dilantik jadi presiden dan Ahok menggantikannya, Indonesia telah tersedot kekuatan lobang hitam yang memporakporandakan begitu banyak nilai-nilai kearifan lokal. Jangan tanya contoh, karena begitu banyak contohnya menjadikan penulis malas untuk menuliskannya.

Salam Ujung Jari!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun