Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. bukan sekadar acara seremonial, tetapi momentum untuk memperdalam kecintaan kepada Rasulullah. Hal itu tampak jelas dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. 1447 H yang digelar di Mushalla Darul Faizin, Rejoso, Ngumpul, Jogoroto, Jombang, pada Kamis Legi, 11 September 2025, malam Jum’at Pahing, bertepatan dengan 19 Rabi’ al-Awwal 1447 (19 Mulud 1959).
Dengan mengusung tema “Pesan Damai dari Rasulullah Saw” dan subtema “Menguatkan Karakter Nusantara Baru, Indonesia Maju”, acara ini menjadi ruang spiritual untuk meneguhkan kembali pesan inti kenabian: damai, akhlak mulia, dan cinta yang tulus.
Rangkaian acara diawali dengan shalawat grup banjari Dusun Rejoso, dilanjutkan istighatsah yang dipimpin oleh Dr. M. Munif, M.Pd.I. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan ta’mir mushalla serta pembacaan shalawat Diba’. Puncak acara adalah mau‘izhah hasanah yang disampaikan oleh K.H. Zainul Ibad As’ad (Gus Ulib).
Dalam ceramahnya, Gus Ulib menekankan bahwa Allah dan para malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Maka, sudah seharusnya umat Islam menjadikan shalawat sebagai wujud nyata cinta kepada Rasul. Beliau mengingatkan bahwa sering kali peringatan Maulid hanya menjadi rutinitas, sementara kecintaan kepada Nabi tidak bertambah. Padahal, syafa‘at Nabi akan diberikan kepada mereka yang banyak bershalawat.
Dikisahkan, seorang Badui bertanya kepada Rasulullah tentang waktu kiamat. Rasul menjawab dengan pertanyaan balik, "Apa bekal yang sudah kamu siapkan?" Si Badui mengaku tidak memiliki banyak amal, hanya cinta kepada Rasul. Nabi pun bersabda, “Seseorang akan bersama dengan apa yang ia cintai.” Hadits ini menegaskan bahwa cinta sejati kepada Rasul bukan hanya di bibir, tetapi harus dihidupi dengan amal, salah satunya memperbanyak shalawat.
Gus Ulib juga menyampaikan ijazah dari K.H. A. Wahab Hasbullah, yaitu membaca shalawat burdah ketika mempunyai hajat. Diceritakan juga bahwa taubat Nabi Adam a.s. yang baru diterima setelah bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Hal ini menjadi penanda betapa agung kedudukan shalawat dalam kehidupan spiritual manusia.
Lebih jauh, beliau menegaskan pentingnya peran orang tua yang seharusnya tidak hanya mendidik, tetapi juga mengakhlakkan anak. Pendidikan akhlak inilah yang menjadi fondasi peradaban. Indonesia boleh maju secara teknologi dan infrastruktur, tetapi jika akhlak mundur, maka hakikat kemajuan itu rapuh. Karena itu, shalawat perlu dihidupkan tidak sekadar dalam lisan, tetapi juga dalam pikiran dan hati, agar melahirkan akhlak mulia yang membentuk masyarakat beradab.
Pesan Rasulullah juga ditekankan melalui hubungan sosial: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.” Bahkan, surga terputus bagi orang yang menyakiti tetangga. Artinya, cinta kepada Nabi harus diwujudkan dalam relasi sosial yang damai, rukun, dan saling menghargai.
Setelah berceramah, Gus Ulib menutup acara dengan memimpin doa bersama.