Hampir setiap minggu, berita yang menghiasi media elektronik maupun cetak senantiasa tak lepas dari demo dan demo mahasiswa. Terutama akhir-akhir ini, dimana ada rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Dari Sabang sampai Merauke selalu ada demo. Mau gimana lagi, selagi mahasiswa, mereka terus disodori propaganda untuk selalu pro rakyat. Segala peraturan pemerintah yang tidak pro rakyat kemungkinan besar direspon dengan cara demo. Tidak semua mahasiswa sih yang melaksanakan demo, ada juga kok mahasiswa yang terus menghiasi pemberitaan media dengan prestasinya. Demo paling sering dilaksanakan saat berada dalam bangku kuliah. Ya iya lah, lha wong itu jadi salah satu alasan biar bisa meninggalkan jam kuliah (hehehe, ini bercanda). Lantas setelah lulus kuliah, apa jiwa mahasiswa pen"demo"nya masih ada. Pen"demo" yang dimaksud disini adalah yang senantiasa pro rakyat. Mungkin bagi sebagian oknum ada yang menjawab seperti ini, "Boro-boro mikirin jiwa gituan, Ini aja kerjaan udah berjibun, deadline tugas A B C, belum lagi meeting dengan Bos, Bye bye deh jiwa mahasiswa. Ini sudah dunia kerja Bung!". Eits jangan salah, seharusnya jiwa itu tetap tertanam meskipun sudah lulus. Rugi banget kalo anda yang pernah merasakan dunia perkuliahan, dengan mudahnya membuang jiwa mahasiswa. Aktifitas pro rakyat yang dilakukan tidak lagi harus dengan demo. Kalo anda demo pas jam kerja, ya siap-siap saja dapat pesangon SP3 dari Bos besar. Baru saja dapat kerja, eh sudah berani-beraninya meninggalkan jam kantor, buat keperluan demo pula. Lantas, bagaimana caranya bisa tetap mempertahankan jiwa mahasiswa pasca kuliah. Begini ceritanya. Pada kesempatan ini saya akan berbagi cerita sekaligus pengalaman pribadi tentang salah satu aktifitas pro rakyat yang saya dan teman-teman (selanjutnya disebut kami) lakukan demi mempertahankan jiwa mahasiswa. Tak dapat dipungkiri, setiap mahasiswa yang lulus kuliah pasti mentargetkan dapat bekerja. Sudah menjadi kodratnya, ilmu kuliah yang dipelajari (normalnya) selama 4 tahun untuk dipraktekkan di dunia kerja. Tapi semangat dan jiwa mahasiswa harus tetap berkobar demi menciptakan kesejahteraan nusa dan bangsa. Bukan dengan cara ber"orasi" di depan istana negara atau gedung DPR. Langkah tersebut jelas akan menguras waktu dan tenaga kami yang sudah tak berpredikat sebagai mahasiswa. Kami pun akhirnya sepakat untuk tetap bisa memberi kontribusi langsung ke masyarakat, dengan cara membentuk semacam lembaga yang bergerak di bidang sosial atau istilah kerennya foundation. Awalnya muncul keraguan dan kesusahan dalam pembentukannya. Namun dengan semangat "Man Jadda Wa Jadda", akhirnya dirilis lah foundation kecil-kecilan di pertengahan tahun 2011 lalu. Kami pun berjalan sedikit demi sedikit dan selama 9 bulan terakhir telah menjalankan beberapa program, diantaranya buka bersama dan pemberian donasi ke panti asuahan, pembagian nasi bungkus untuk pekerja di malam hari, beasiswa bagi mahasiswa, dan yang baru selesai dilaksanakan, sembako untuk penjaga perlintasan kereta yang tak berpalang. [caption id="attachment_177313" align="aligncenter" width="300" caption="buka bersama dan donasi untuk panti asuhan"][/caption] [caption id="attachment_177315" align="aligncenter" width="300" caption="pembagian nasi bungkus bagi pekerja jalanan di malam hari"]