Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Money

Jokowi, Edward Soeryadjaya, dan Monorel yang Mangkrak 10 Tahun

20 Oktober 2013   22:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 3434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_296082" align="aligncenter" width="600" caption="Jalur Monorel. Sumber:wikipedia"][/caption] Beberapa hari ini membaca beberapa kritikan dan tuduhan mengenai kaitan Jokowi dengan Edward Soeryadjaya (ES), yang melalui perusahaan Ortus akan membangun monorel di Jakarta. Bahkan di situs PKS Piyungan, dan detikforum, berkembang tuduhan bahwa ES mendapat proyek monorel karena telah menyumbang kampanye Jokowi-Ahok sebesar Rp 60 Milyar. Benarkah itu? Jika itu tidak benar,  berarti hanya fitnah yang disebarkan oleh media semacam ini. Spekulasi bisa saja berkembang macam-macam. Yang jelas, proyek besar ini harus benar secara hukum, jelas prosedural dan dikawal dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi mark-up maupun indikasi korupsi lainnya. Dari Sisi Hukum & Pembiayaan Dari sisi hukum, pemprov DKI menggunakan Perpres no.67 tahun 2005 jo Perpres no.30 tahun 2010 jo Perpres 56 tahun 2011 tentang penunjukan langsung dalam kerjasama pemda dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Penunjukkan langsung itu sudah dimulai sejak masa Gubernur Sutiyoso, yang sejak tahun 2003 sudah memimpikan Jakarta harus punya monorel. Yang bersedia membangun adalah PT.ITC yang merupakan konsorsium dari PT.Adi Karya, dan 2 perusahaan lainnya. Kemudian PT.ITC menggandeng MTrans Holding Malaysia. Sayang kerjasama gagal, dan dialihkan ke konsorsium PT. Jakarta Monorail (JM) dan Omnico Singapura. Tahun 2005, Omnico gagal memenuhi tenggat waktu setor modal,sehingga saham dialihkan ke PT ITC. Pada tahun 2005 itu juga ITC membuat MoU kerjasama dengan konsorsium PT. Bukaka, PT.Inka, Siemens, tetapi tak ada  progres pembangunan.

[caption id="attachment_296059" align="aligncenter" width="576" caption="Rencana Makro Transportasi Jakarta. Paparan Dishub"]

13822823751919955294
13822823751919955294
[/caption] Sepertinya masalah yang membelit Sutiyoso ketika itu adalah masalah pembiayaan, atau sharing dengan Pemda? Makanya mengupayakan pembiayaan dari Dubai Islamic Bank, tetapi karena bank tersebut meminta jaminan pemerintah pusat, pembiayaan dari bank ini gagal. Menkeu Sri Mulyani ketika itu menolak memberikan jaminan. Jadilah monorel yang telah diresmikan Sutiyoso di tahun 2006 itu mangkrak. Tahun 2010, masa Foke, hendak dilanjutkan, tetapi PT. Jakarta Monorail yang sudah terlanjur investasi meminta ganti rugi sebesar Rp 600 Milyar. Belakangan BPK menyatakan, hanya Rp 200 M. Gara-gara hutang ini,  Pemprov masa Foke pun urung melanjutkan. Dan pada masa Foke juga PT. JM diberi kebebasan hendak melanjutkan, menyerahkan ke pemprov atau bahkan menjual saham kepada swasta. Baru pada masa Jokowi, kembali monorel hendak dilanjutkan kembali. Itupun yang melaunching hendak meneruskan adalah Deputi Infrastruktur Bappenas pada bulan Februari 2013. Dokumen dan siapapun yang bersedia untuk membayar pilar-pilar yang mangkrak kepada PT. AK menjadi persyaratan utama untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur ini. Kemudian Ortus membeli saham PT.AK di PT. JM,begitu juga saham AK di PT.ITC.  Sehingga PT.Jakarta Monorail dikuasai 90% oleh Ortus dan 10% oleh PT.ITC. Jadi, penunjukkan PT.JM sudah dilakukan sejak masa Sutiyoso, hingga Foke. Yang berbeda adalah kepemilikan PT. JM, yang sekarang mayoritas dikuasai oleh Ortus. Selain soal penunjukan langsung, kelengkapan dokumen lainnya seperti AMDAL, dan syarat teknis lainnya, tentu juga merupakan persyaratan legal yang harus dilengkapi oleh PT.JM ini. PT.JM rencananya akan membuat green line dan blue line di area DKI Jakarta. Nanti akan ada juga monorel lintas provinsi yang akan dibangun oleh PT. AK. Tetapi karena lintas provinsi (Bodetabek) kiranya diperlukan sandaran legal yang lebih kuat, berupa  intervensi pusat untuk mewujudkan monorel ini. Dari sisi pembiayaan, karena ini  murni investor,  Pemprov DKI tidak mengeluarkan biaya pembangunan dari APBD. Tetapi mungkin akan ada ketentuan jaminan mengenai subsidi ongkos, jika jumlah terangkut perhari tidak sesuai target. Sisi Teknis dan Pengawasan agar tidak Mark-Up Tenggat waktu pelaksanaan monorel harus benar-benar dipantau, sehingga tidak ada investasi sia-sia seperti pilar yang telah dibangun, tetapi mubazir di tahun 2006. Desain teknis akan teruji di lapangan, terutama stasiun-stasiun yang akan beririsan dengan halte busway.  Semuanya harus terintegrasi dengan rapi. Di segi pelaksanaan teknis ini, Jokowi sudah berjanji akan melibatkan pengawasan yang intensif agar pembangunan berjalan lancar dan tidak terjadi mark-up dalam pembangunan monorel ini. Yang jelas, pembangunan monorel yang berbiaya tinggi ini semoga bisa mengurai kemacetan diJakarta yang akan semakin mengerikan tahun-tahun kedepannya. Nanti, jika memang terjadi masalah hukum dan indikasi korupsi, mangkrak lagi, mandeg di jalan, baru bisa dikritisi keputusan Jokowi meneruskan monorel kepada PT. Jakarta Monorel yang sahamnya dipegang mayoritas oleh Ortos. Ya sudah, Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun