Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Money

Nasib Data Konsumen jika Gojek Jadi Agen Pajak

9 November 2017   06:09 Diperbarui: 9 November 2017   06:45 1923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Baru saja saya membaca berita pertemuan owner/CEO Gojek Nadiem Makarim dengan Sri Mulyani membahas kerjasama Kemenkeu-Gojek. Kerjasama itu terkait masalah perpajakan. 

Diantaramya adalah Gojek akan menjadi agen perpajakan yang bisa membantu membuatkan NPWP, mulai dari pendaftaran hingga pembayaran pajak, melalui aplikasi layanan pajak.

Tentu saja ini merupakan terobosan kemenkeu untuk memperluas wajib pajak. Apalagi Gojek sudah berkembang demikian luas, berjaringan dengan aneka usaha. Dari pengusaha UMKM hingga multinasional.

Begitu juga jaringan yang berkaitan dengan profesi. Dari terapis massage, driver, dan semacamnya. Apa mereka itu bayar pajak? 

Selain itu, gojek juga mesti punya data penjualan setiap usaha itu. Data itu yang akan sangat berguna bagi ditjen pajak. Jadi ada 3 macam data yang akan sangat penting bagi kebutuhan ditjen pajak, yaitu data usahanya, data pelaku usaha/profesinya dan data penjualan/ akses belanja atau pendapatannya.

Nah yang menjadi pertanyaan, sejauh mana otoritas gojek untuk menjadi agen pajak? Apakah aman mendaftar pajak pada gojek? Apakah gojek sudah jadi alat pemerintah untuk membidik wajib pajak? Gimanapun gojek kan pengusaha swasta. 

Yang kedua, bukankah gojek bekerja atas dasar  kepercayaan konsumen? Apakah bisa data konsumen di ewer-ewer kek gitu? Walaupun tidak ada privacy policy di gojek untuk menyimpan data pribadi konsumen, tetapi secara etis apakah demikian gampang dibuka?

Jikapun katanya gojek hanya membantu aplikasinya, apakah konsumen bisa percaya hanya sekedar itu?

Seharusnya pemerintah memiliki data sendiri dan melakukan pendekatan simpatik pada wajib pajak yang belum memiliki NPWP. Data akurat ya cari di lapangan, karena gimanapun yang namanya usaha itu mesti kelihatan. 

Kemudian mempermudah pelayanan pajak dengan membuat simpul simpul pembayaran pajak di area usaha. Kalau seperti Jakarta area dengan kelompok usahanya kelihatan kok. Seperti tanah abang yang omzetnya besar, daerah kuliner yang sangat ramai di area tertentu dan seterusnya. 

Karena kalo yang namanya pelaku usaha waktu adalah uang. Kalau bayar pajak aja mesti antri panjang di beberapa meja, itu gak praktis. Sementara kalau pake online, banyak yang gagap dan males juga buka aplikasinya. Kode pajak online tetap kudu diambil di kantor pajak juga kan.

Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun