Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

10 Provinsi dengan Kondisi Kesehatan (PTM) Terburuk di Indonesia

1 Juni 2015   17:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:24 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14331534781606223711

Rekap data dan membuat ranking provinsi dengan kesehatan terburuk saya buat karena merasa betapa mendesaknya  promosi gaya hidup sehat kembali di Indonesia. Dengan melihat kondisi menyeluruh setiap provinsi, maka intervensi yang tepat sasaran bisa dilakukan. Kenapa ini penting? Yah mungkin karena kegelisahan bahwa konsumsi rokok semakin meningkat pesat, di sisi lain, sering terjadi kasus keamanan pangan di Indonesia.

Konsumsi rokok, ditambah keamanan dan nutrisi pangan yang tidak memadai akan menimbulkan dampak penyakit tidak menular seperti stroke, jantung, diabetes, sendi, penyakit paru (PPOK), hingga hipertensi.  Tetapi dampak ini biasanya tidak langsung terjadi, sehingga begitu banyak masyarakat yang menyepelekannya.

Nah, ini data 10 provinsi dengan kondisi kesehatan Penyakit Tidak Menular (PTM) tertinggi di Indonesia:

[caption id="attachment_421779" align="aligncenter" width="644" caption="10 Provinsi Kesehatan (PTM) terburuk. Sumber:Rekap dari Riskesdas 2013"][/caption]

Rata-rata 10 provinsi itu juga memiliki penyakit dengan prevalensi atau proporsi di atas rata-rata nasional. Mengapa ini terjadi dan bagaimana mengatasinya? Salah satu intervensi regulasi yang penting adalah:

1. Pengendalian masalah rokok.  Dua provinsi yang tertera diatas, Jateng dan Jatim merupakan daerah dengan industri rokok, sementara NTT, Sulteng merupakan provinsi dimana konsumsi tembakau (isap dan kunyah) proporsinya sangat tinggi, diatas 50% (tertinggi di Indonesia). Provinsi lainnya, konsumsi rokoknya juga diatas rata-rata nasional. Bahkan di Sukabumi (Jawa Barat), pengeluaran rumah tangga untuk rokok lebih tinggi daripada beras. Apalagi untuk pengeluaran pangan bergizi.

Regulasi yang diharapkan adalah penegakan kawasan dilarang merokok di daerah, peningkatan cukai rokok, pelarangan iklan rokok, hingga penerapan secara ketat peringatan bergambar pada kemasan rokok.

2. Intervensi pembatasan iklan pangan kemasan terutama ke anak-anak. Iklan ini sudah masuk hingga ke desa-desa, pelosok-pelosok. Sekarang ortu pada pusing deh, kalau anak-anaknya pada merengek makanan tertentu karena branding makanan tersebut sudah masuk terlalu kuat di kepala sang anak. Padahal itu rata-rata hanya makanan 'sampah' yang tinggi gula, garam, lemak, bahkan mengandung pengawet, pewarna kimia yang bisa jadi berbahaya bagi pertumbuhan otak dan fisik anak-anak

3. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bisa menginisiasi template Raperda Pengawasan Keamanan Pangan, termasuk BTP (Bahan Tambahan Pangan), cemaran berbahaya pada pangan untuk mendorong daerah mempercepat sistem pengawasan keamanan pangannya. Sehingga daerah bisa berperan penting dalam meningkatkan pengawasan terhadap keamanan pangan yang ada, sesuai dengan amanat UU Pangan no. 18 tahun 2012.

4. Regulasi terkait peningkatan peran Posyandu sebagai ujung tombak dalam memberi makanan bernutrisi kepada ibu hamil, bayi dan balita. Penting sekali hal ini, termasuk disini posyandu bergerak dalam memberikan penyuluhan pola pangan yang sehat bagi keluarga dan dampaknya jika tidak dijalankan. Posyandu merupakan kegiatan akar rumput dari Sabang hingga Merauke, semoga bisa dibangkitkan kembali dari mati surinya.

Selain intervensi regulasi yang sifatnya sistemik, tentu saja kampanye pangan aman, sehat dan lokal akan terus menerus dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat.  Walaupun sifatnya baru sporadis, semoga tetap bisa bermakna.

Ya sudah, gitu aja, Salam Kompasiana!

- Ilyani Sudardjat -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun