Mohon tunggu...
Ilya Ainur
Ilya Ainur Mohon Tunggu... Guru - Penyusun Aksara | SCHOOL COUNSELOR

saya ingin menulis lagi dan terus menulis sampai akhir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhirnya Saya Memilih, Campur Tangan Allah Memang Luar Biasa

10 April 2018   11:32 Diperbarui: 10 April 2018   12:03 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi perantau di daerah orang di kota orang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh ku. Selepas lulus SMA yang saya bayangkan menjadi anak rumahan, kuliah di daerah tempat tinggal ku sendiri. Tapi ternyata bayangan itu harus sirna ketika memang takdir berkehendak lain. Kisah ini akan mulai ku ceitakana, kisah tentang pengalaman hidup ku sendiri. Kisah ini dimulai pada tahun 2013.

Sebenarnya saya bersekolah dari sejak SMP dan SMA di tempat orang karena saya anak asrama. Jadi sudah terbiasa yang namanya hidup tanpa orang tua, tanpa kasur yang empuk, tanpa fasilitas yang enak terutama fasilitas makanan enak dari mamah. Keputusan untuk hidup di asrama adalah keputusan ku sendiri tanpa tercampuri oleh saran dari orang lain. 

Menurutku itu salah satu keputusan yang nekad sih, di mana usia SMP tidak mudah untuk bisa hidup sendiri tanpa kasih sayang orang tua. Tapi aku membuktikan teori itu salah, alhamdulillah saya lulus SMP dan masih ketagihan Akhirnya SMA pun memutuskan untuk asrama lagi. 

Banyak kisah yang tak bisa ku ceritakan semua di sin tentang bagaimana rasa memiliki rasa rindu yang menumpuk terhadap kampung halaman, kepada rumah, kepada mamah bapak, teteh dan adik ku tercinta. Sampai terkadang kalau lagi ada kesempatan ku untuk pulang sampai ku putari seisi rumah takutnya ada yang berubah atau ada barang baru di rumah yang tak aku ketahui.

Singkat cerita aku menyelsaikan studi SMA ku, lulus dengan nilai yang alhamdulillah pas untuk saya bisa melanjutkan kuliah seperti orang kebanyakan. Kuliah sebenarnya bukanlah suatu cita-cita yang wah menurut saya karena itu biasa saja. 

Yah, awalnya saya memang tak berniat untuk melanjutkan kuliah. Maklum aku tipe orang yang tak suka belajar formal tak suka dengan nilai dan angka tak suka dengan sistem rapot seistem penilaian dan lainnya. Tapi karena kewajiban menuntut ilmu wajib bagi siapa saja seluruh umat islam. Makanya aku tunaikan kewajiban ku menuntut ilmu tersebut dengan kuliah atau studi di universitas. Jurusan yang dulu saya inginkan adalah menjadi guru BK (Bimbingan dan Konseling). 

Entah kenapa ingin menjadi guru BK padahal di sekolah saya dulu tak ada guru BK yang bisa dijadikan contoh atau model. Ide tersebut muncul ketika disuksi bareng bapak, saya yang menyampaikan bahwa ingin berkuliah dijurusan psikologi diberikan saran oleh bapak bahwa ada jurusan BK yang hampir mirip sama jurusan psikologi dan peluang kerjanya menjanjikan karanya. 

Padahal ya setelah kuliah di BK ternyata beda antara psikologi sama BK. Mungkin kesamaannya kalo menurut saya sama-sama membantu orang lain hehe walaupun sebenarnya semua orang juga terlahir untuk saling membantu, well tak apa yang penting kan saya menemukan satu persamaan.

Oke, kembali ke topik akhirnya menjadi guru BK adalah mimpi saya mulai sejak saya berdiskusi dengan bapak tersebut, kira-kira kelas 2 akhir SMA gitu lah. Ohya, ada dua alasan yang menurut saya penting kenapa saya ingin jadi guru BK yang pertama, karena saya pernah mengalami hidup di asrama yang tanpa adanya guru BK ketika ingin cerita dan meminta saran atas apa yang menjadi masalah saya. 

Saya amat kebingungan dari sana saya paham apa yang dimaksud oleh bapak saya bahwa guru BK adalah teman atau sahabat siswa. Alasan yang kedua, alasan yang diberikan oleh bapak saya dan menurut saya penting juga bahwa di zaman sekaran ini metode untuk berceramah, atau memberikan nasihat kepada orang lain tak perlu hanya di atas mimbar dengan nantinya saya menjadi guru BK saya bisa menyampaikan apa yang saya tahu apa yang saya pelajari. Maklum saya lulusan asrama (pesantren) yang dituntut bisa menjadi mubaligh tapi dengan cara lainnya tentunya ya.

Dua kali ditolak oleh universitas negeri impian saya, tak apa karena masih banyak jalan menuju roma. Akhirnya di malam h-3 lebaran saya mencoba beristikharah dengan tujuan ingin mendapatkan tempat terbaik untuk menuntut ilmu. Di dalam petunjuk tersebut saya menemukan diri saya sedang bermain dengan teman SMA saya yang sudah duluan keterima di univ di Yogyakarta. Akhirnya saya mencoba perutungan saya dengan usaha saya sedniri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun