Mohon tunggu...
Ilham Putra
Ilham Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa

Gua suka berfilasafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dimanakah letak kebahagiaan Manusia Modern sebenarnya?

3 Oktober 2025   07:38 Diperbarui: 3 Oktober 2025   07:38 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pendahuluan:

Seperti yang kita sering jumpai disekitar kita/kehidupan kita, manusia zaman sekarang di era globalisasi ini, sering kali atau bahkan tidak "bersyukur" dengan apa yang mereka punya hanya karena melihat gaya hidup, harta, tahta dan sebagainya dari orang lain, yang membuat kita merasa minder terhadap apa yang telah kita punya, apa yang telah kita jaga. Apa lagi zaman sekarang itu semua serba digital, makin mudah lah orang-orang atau yang bisa kita sebut "influencer" memamerkan gaya hidup mereka, membuat manusia modern atau yang bisa kita sebut dengan Gen Z merasa disitulah letak kebahagian mereka, padahal tidak. Jujur, sangat miris sekali melihat pemandangan tidak mengenakkan tersebut. Maka dari itu, saya, Ilham. Yang termasuk Gen Z akan mengangkat topik ini untuk menyadarkan generasi muda zaman sekarang.

Tesis:

Sebenarnya Kebahagiaan sejati itu datang dari dalam, bukan dari luar. Orang muda zaman sekarang sering mengaitkan kebahagiaan dengan standar eksternal: punya gadget baru, liburan, pasangan ideal, pekerjaan keren, validasi dari media sosial, dan sebagainya. Kalau kita Kembali ke tahun sekitar 2300 tahun lalu, dalam filsafat aliran stoikisme dijelaskan bahwa semua itu bukan kebahagiaan, melainkan "preferred indifferents" (hal-hal yang boleh disukai, tapi tidak menentukan nilai hidup kita). Yang menentukan bahagia atau tidaknya seseorang adalah bagaimana kita merespons hidup, pikiran kita, dan kebajikan yang kita jalani. Harusnya kita Mengendalikan apa yang bisa dikendalikan. Marcus Aurelius bilang, kita hanya benar-benar menguasai pikiran, sikap, dan tindakan kita sendiri. Uang, status sosial, pandangan orang lain = di luar kendali. Kalau anak muda terus mengejar validasi dari hal-hal eksternal, mereka akan selalu merasa kurang. 

Bisa juga dengan cara Mengganti standar kebahagiaan Stoikisme mengajarkan standar yang berbeda: Bukan "apakah aku punya ini/itu?" tapi "apakah aku sudah hidup dengan bijaksana, adil, berani, dan sederhana?" Orang yang tenang meski hidup sederhana, menurut stoik, jauh lebih bahagia daripada orang kaya raya tapi gelisah. Contoh konkret untuk anak muda zaman sekarang MisalnyaTeman punya iPhone terbaru pikiran stoik: "Itu di luar kendaliku. Yang bisa kukendalikan adalah bagaimana aku bersyukur atas apa yang kupunya, dan bagaimana aku menggunakannya sebaik mungkin." Gagal masuk jurusan favorit stoik: "Hasilnya di luar kendali, tapi usaha, sikap, dan kemauanku untuk berkembang tetap dalam kendaliku." Tidak punya pasangan stoik: "Lebih baik aku melatih diri jadi pribadi yang kuat dan baik, daripada bergantung pada orang lain untuk bahagia." Ya begitulah kira-kira bagaimana kita menghadapi fenomena tersebut, dengan cara mempelajari pengetahuan dari 2300 tahun yang lalu. 

Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh standar luar (harta, status, gadget, validasi orang lain), melainkan oleh pikiran, sikap, dan kebajikan yang kita jalani. Anak muda sering terjebak pada pencarian kebahagiaan eksternal, padahal itu hanya hal tambahan (preferred indifferents) yang tidak menentukan nilai hidup.

Dengan belajar Stoikisme, anak muda bisa: Menyadari bahwa hal-hal eksternal di luar kendali tidak seharusnya jadi sumber kebahagiaan Mengendalikan apa yang bisa dikendalikan: pikiran, respon, tindakan. Mengganti standar kebahagiaan dari "memiliki sesuatu" menjadi "menjadi pribadi yang bijak, adil, berani, dan sederhana". Menghadapi realitas modern (gadget, status, pasangan, pendidikan) dengan pikiran tenang, tanpa iri atau gelisah.

Pesan penting buat anak muda "Kalau standar kebahagiaanmu selalu ditentukan oleh orang lain atau hal-hal eksternal, kamu akan jadi budak keadaan. Tapi kalau kamu menaruh standar pada dirimu sendiri - sikapmu, prinsipmu, kebaikanmu - kamu akan bebas dan bahagia, bahkan tanpa perlu apa-apa."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun