Salah satu yang saya kasihani adalah para pemain yang dinaturalisasi untuk kepentingan Piala Dunia U20. Apakah proses mereka sudah selesai? Kalau proses mereka sudah selesai, sementara tak jadi ikut Piala Dunia U20 kan kasihan.
Toh mereka dinaturalisasi juga karena permintaan pihak Indonesia. Jadi, menurut saya akan lebih baik naturalisasi mereka dibatalkan, jika masih memungkinkan secara hukum. Jika tidak memungkinkan secara hukum, secara politik juga bisa.
Kasihan saja saya. Melihat orang menanggalkan kewarganegaraannya lalu gagal capai tujuan. Apalagi mereka tidak hidup di Indonesia. Malah akan makin ribet ceritanya.
Ini juga jadi catatan terkait naturalisasi. Dalam satu kasus saya tidak mempermasalahkan naturalisasi. Tapi dalam beberapa kasus saya malah kasihan dengan para pemain naturalisasi akan nasib mereka di kemudian hari, khususnya mereka  yang tak hidup di Indonesia.
Saya masih ingat dulu ada nama Ruben Warbanaran. Dia setahu saya sudah dinaturalisasi. Tapi, dia tak pernah ada di kancah sepak bola Indonesia. Ada di mana dia? Lalu bagaimana dia mengurus tetek bengek administrasi kewarganegaraan ketika lebih banyak hidup di Eropa.
Ada juga Tonnie Cussel dan Van Beukering. Saya selalu membayangkan jika mereka masih berwarganegara Indonesia, bagaimana mereka mengurus tetek bengek administrasi di Eropa. Apalagi statusnya bukan lagi warga negara Belanda.
Jadi, naturalisasi bukan hanya melihat kepentingan Indonesia. Tapi juga melihat nasib si pemainnya di kemudian hari. Jika memang situasi di kemudian hari akan buram bagi si pemain, mending tidak usah dinaturalisasi.
Jangan bangga menaturalisasi dan menjadi pahlawan karena sudah menaturalisasi, tapi di kemudian hari nasib pemain naturalisasi jadi menyedihkan.
Karena itu, saya sendiri berpandangan batalkan saja naturalisasi pemain untuk Piala Dunia U20 itu. Mumpung mereka masih muda dan memungkinkan bagi mereka berkembang di Eropa. Daripada main di Liga Indonesia kan kasihan juga. Turun level.
