Beberapa hari lalu bertemu dengan pak tua di tepi sawah. Orang beda desa yang tentu saja aku tak kenal.
Di tengah hujan deras kami berteduh sembari menunggu jatuhnya air dari langit mereda. Ngobrol ke sana ke mari, banyak yang kami bicarakan.
Dari bus yang sepi penumpang, memandang rezeki, dan rokok. Si bapak yang sedang mencari rumput untuk kambingnya ini sudah berumur 70 tahun. Dia mengaku sudah puluhan tahun tak merokok.
"Kenapa tak merokok lagi?" Tanyaku.
Si bapak kemudian menjelaskannya.
"Dulu, jika aku dan istri mendapatkan uang, sebagian aku ambil untuk membeli rokok. Rokoknya ya macam-macam," kata si bapak.
Dia kemudian menyebutkan beberapa nama rokok lama yang pernah dia hisap. Nama-nama yang terdengar asing bagiku.
"Tapi yang namanya orang kecil, pendapatan tak seberapa. Lalu aku berpikir," lanjut si bapak sembari memandang hujan deras yang belum juga berhenti.
"Kalau istriku mengambil uang, pasti untuk kebutuhan anak. Mengambil uang, untuk membuat masakan untuk kami makan. Kan masakannya aku juga yang makan. Artinya uang yang diambil istri bukan untuk kepentingan pribadinya," ujarnya sesekali menengokku. Sepertinya dia memakai gigi palsu.
"Sementara jika aku mengambil uang untuk rokok, itu hanya untuk kepentinganku. Ngga mungkin juga istriku merokok," lanjutnya.